#Keping7; Cinderella 102 H
Di suatu
minggu pagi yang cerah, pukul 08:00.
Aku baru
saja menyelesaikan olahraga lari pagiku. Dengan keringat membanjiri sebagian bajuku, aku kembali ke kamar.
“Assalamu’alaikum!”
teriakku di depan pintu kamar.
"Waalaikum
salam!” jawaban Nuni yang paling terdengar di telingaku. Ia membalas dengan
teriakan juga.
Terlihat
Atrika sedang menyapu di dekat meja belajarku, dan membuatku sedikit tidak enak
melewatinya. Akhirnya aku memutuskan untuk duduk di atas meja, agar Atrika
tidak terganggu ketika menyapu meja belajarku. “Pagi-pagi udah nyapu aja, Trik,”
godaku.
Sontak,
Hani yang berada di kamar dalam (setiap kamar di gedung H mempunyai dua
ruangan) menyahut, “Tinggal elu Dhir, yang belum kerja!”
“Hah?”
tanyaku.
Hani
melongok di depan pintu kamar dalam. Ia berujar, “Iya, Dhir. Atrika udah nyapu.
Gue udah bersihin kamar mandi kemarin. Nun, lu ngapain dah? Oh ya. Nuni
udah nyuci keset. Tinggal elu yang belum kebagian tugas.”
“Apa?
Belum ada yang ngepel, kan?” tanyaku lagi.
“Iya. Ya
sudah Dhir, kamu ngepel,” kata Hani.
“Siap!”
***
Begitulah
kisah hampir setiap minggu di kamarku. 102 H, yang terdiri dari Nuni, Atrika,
Hani, dan aku sendiri dikenal sebagai anak kamar rajin. Hehe. Rajin piket
subuh, rajin bangun pagi, rajin olahraga, rajin membantu angkat galon, hingga
rajin menghabiskan sisa suplemen. Bagaimana tidak? Posisi kamar dekat meja
halal membuat kami mudah mengambil makanan yang tidak diambil haknya oleh si
empunya. Tentu saja, kami baru menyerbunya di atas pukul 11 malam.
Di suatu
sore di akhir kelas XI, setelah pengocokan kamar, aku berkunjung ke calon kamar
baruku. Aku terkejut mendengar suara berisik dari dalam kamar. Lebih tepatnya
dalam kamar mandi. Dan ternyata, kulihat Nuni dan Hani sedang berusaha
membersihkan kerak dan membuat kamar mandi kami menjadi kinclong. Ditemani
music box, mereka mengerjakannya dengan sangat gembira.
Ketika
perpindahan kamar pun, Atrika yang paling dahulu selesai. Tak hanya selesai
memindahkan barang, namun juga merapikan barangnya. Ketika kutanya apa
alasannya cepet-cepet memindahkan barang, ia menjawab, “Kamar gue kan di
lantai tiga. Yaudah setiap kali gue turun, entah ke masjid atau ke
kantin, sekalian aja gue bawa kardus-kardus gue.”
Setelah
semua anak kamar memindahkan dan menata barang-barangnya, aku dan Atrika
bertugas menyapu dan mengepel kamar. Tidak hanya sekali, namun kami melakukannya
dua kali. Tetapi, satu masalah muncul. Seberkas bau tak sedap tercium oleh
hidung kami. Walaupun sudah disemprot dengan pengharum ruangan, bau tak sedap
tersebut tidak hilang. Kami bingung. Ini bau apa ya?
Kami
mengecek setiap sudut kamar, barangkali ada penyebab bau tersebut. Ketika aku
melongok ke pojokan kolong kasurku, aku terperanjat “ASTAGHFIRULLAH!” jeritku.
“Kenapa
Dhir?” tanya yang lainnya.
“ADA
BANGKAI!” aku panik.
Hani
melihat ke kolong kasurku. Namun, menurutnya tidak terlalu jelas. Akhirnya, aku
membantunya mengangkat kasurku, agar lebih jelas telihat. Dan ternyata...
seonggok bangkai tikus tergeletak di sana. Sepertinya sudah mulai berbelatung.
Jujur, aku tidak sanggup melihatnya. Padahal, dua hari sebelumnya, saat awal
mulai pindahan, tidak ada apa-apa. Aku terus beristighfar dalam hati.
Jangan-jangan...
apa yang diucapkan Dapol menjadi kenyataan. Sesaat setelah pengocokan kamar,
Dapol berujar, “Si Nadhira sama si Nuni jadi satu. Wah, kamarnya bakal
penuh bangkai ini. Ngomongin cowok terus.”
Walau
kutahu ia hanya bercanda, namun kisah bangkai tikus ini cukup menamparku. “Ya
Allah Nun, belum juga kita tidur di kamar, udah bau bangkai aja kamarnya,” keluhku.
Dan sialnya, bangkai tersebut berada di kolong kasurku... dimana kasurku satu
ranjang dengan Nuni. Huuuuh.
Akhirnya,
urusan bangkai tikus ini terselesaikan setelah Hani membuang bangkai tersebut.
Dengan bantuan sapu lidi tidak terpakai dan sebuah serokan, bangkai
tersebut enyah dari kamarku. Setelah itu, aku mengepel kolong kasurku
berkali-kali agar sisa-sisa dari benda menjijikan tersebut hilang.
Seiring
berjalannya waktu, muncullah para penghuni gelap kamar 102 H. Dimulai dari anak
kamar sebelah, Mira yang selalu menumpang belajar bahkan tidur, Farida yang
senang baca novel di lantai sambil menghadap kipas, hingga Alya dan Rizka yang menumpang
ngadem di bawah kipas setelah olahraga. Tidak hanya itu. Penghuni gelap
kamar mandi pun ada. Sebut saja Jojo dan Qelby yang paling setia menggunakan
kamar mandiku, dikarenakan kamar mandi kamar mereka sudah tidak layak pakai.
Selain
dikenal sebagai anak kamar rajin, 102 H juga terkenal dengan istilah tempat
pembuangan. Ya, barangsiapa yang mempunyai makanan / camilan dan tidak
dihabiskan, bawalah ke 102 H. Niscaya makanan tersebut akan habis dalam
sekejap. Aku, Nuni, dan Hani tidak perlu diragukan keganasannya dalam makan.
Namun Atrika, jangan salah. Untuk urusan makan, pemilik badan paling langsing
di 102 H ini tak kalah banyaknya. Camilannya banyak. Walaupun sering dimintai
oleh anak-anak kamarnya, sih.
Kamarku
hanya mempunyai satu music box. Warna pink milik Atrika. Karena
yang memilikinya Atrika, otomatis lagu-lagu Korea lah yang sering diputar di
kamar. Untungnya, kami semua juga menyukai dunia K-pop dan K-drama.
Jadi, tidak pernah ada permasalahan dalam hal ini. Bahkan, karena terlalu
seringnya OST suatu drama diputar di kamar, kami jadi hafal lagunya. Hehe.
Kali ini,
akan kujelaskan satu persatu anak kamarku.
Pertama,
Nuni. Pemilik nama lengkap Aisyah Nuraeni ini termasuk anak yang jarang di
kamar kalau belajar. Soalnya, ia bisa langsung tertidur bila belajar di kamar.
Biasanya ia belajar di living room, atau khusus matematika ia belajar di
kamar Kiki. Anaknya ceria, ia yang paling rajin bernyanyi-nyanyi tidak jelas di
kamar. Kalau sudah nempel di kasur, belum lima menit sudah tidak bisa
diajak bicara lagi. Nuni ini yang paling sering tidur (dan tertidur) di
kasurku. Biasanya, jika di malam hari aku dan Nuni tidak bisa tidur, kami
mengobrol di atas kasur masing-masing. Bahasa kerennya pillow talk.
Seringnya, kami mengobrol mengenai masa depan. Entah masalah perkuliahan
ataupun masalah pernikahan. Baper-baperan dan galau-galauan bersama,
hingga membicarakan seseorang yang tidak perlu kusebutkan namanya. Hehe. Aku
dan anak kamarku paling suka kalau Nuni sudah dijenguk. Biasanya kami mendapat
makanan dari mama Nuni. Kadang ikan, kadang sosis, bahkan potluck
tambahan spesial dai mama Nuni. Beberapa kali kami makan besar dialasi koran di
kamar hingga kekenyangan. Oh ya. Kalau sudah merasa sangat senang (entah karena
sesuatu atau seseorang), ia pasti berguling-guling dan teriak-teriak di
kasurku. Biasanya, aku ikut menemaninya sampai Atrika dibuat pusing oleh
kelakuan kami berdua.
Selanjutnya,
Atrika. Di antara kami berempat, Atrika lah yang paling tidak perlu
berolahraga. Tidak seperti ketiga anak kamar lainnya yang merupakan anggota babonah
Axiora. Tetapi, olahraganya berbeda. Ketika aku, Nuni, dan Hani lari pagi di
lapangan, ia di depan cermin asyik menari lagu Korea. Untuk urusan belajar,
Atrika ini jagonya. Ia tidak pernah menunda-nunda mengerjakan PR. Berbeda
dengan aku yang memang anak deadline. Selain itu, ia yang paling kuat
begadang sampai tengah malam. Alasannya, kalau dia tidur terlebih dahulu,
dijamin tidak akan bangun sampai pagi. Untungnya, rajin belajarnya menular pada
anak kamar yang meja belajarnya persis sebelah milik Atrika. Ya, itu aku. Seminggu
sebelum USBN, aku sudah mulai merangkum dan belajar materi yang akan diujikan
gara-gara melihat Atrika melakukannya. Jadilah aku dan Atrika begadang selama
dua minggu gara-gara USBN. Di antara anak kamarku, Atrika adalah anak kamar
yang paling kukagumi. Mengapa? Karena tugasnya tidak pernah kepepet deadline,
nilai ulangannya selalu bagus, namun nonton drama Korea juga tidak pernah
absen. Ckckck.
Terakhir,
Hani. Jangan pernah berharap ia masih bangun jam setengah 10 malam. Niatnya
belajar, eh malah ketiduran. Selalu seperti itu. Namun, tidur cepatnya
juga membuahkan hasil bangun paling pagi di kamar. Biasanya ia sudah bangun jam
setengah 4. Kalau ada ulangan, ia bisa bangun lebih pagi daripada itu. Di
antara kami berempat, Hani yang paling sering dicari oleh adik kelas. Karena
kerjaannya berjualan kerudung Rohani. Kerudungnya panjang, adem, murah lagi. Kok
malah endorse sih. Hehe. Tempat favoritnya dalam belajar cuma satu;
kasurnya. Walau tahu sering tertidur, ia jarang sekali belajar selain di
kasurnya. Hani juga tidak pernah pantang makan tengah malam. “Kalau ada
makanan, sayang Dhir kalau gak dimakan langsung,” akunya. Hani pernah membuat
anak kamarku panik karena belum balik reguler hingga malam hari. Kami tahu ia
pulang ke rumah. Tapi mengapa sampai larut malam ia belum kembali? Anak
kamarku, ditambah ibu ketua angkatan—Rizka, Fia, dan Jihan mencoba menelepon
orang tua Hani. Kami tidak punya nomor ponselnya. Yang ada di HP angkatan pun
tidak diangkat. Akhirnya, kami membuka buku-buku Hani yang ada di meja dan
menelepon setiap nomor yang ada. Namun hasilnya nihil. Kami pasrah dan hanya
bisa berdoa. Esoknya, menjelang subuh, aku melihat Hani duduk di kasur. Aku
kaget dan teriak, “HANI... LU BIKIN ANAK KAMAR PANIK YA!” Yang diteriaki malah cengengesan
dan akhirnya menjelaskan kisahnya kepada anak kamar.
***
Jika
setiap dari kami ada yang berulang tahun, dirayakannya kalau tidak menjelang
akhir dari hari tersebut atau bahkan besoknya. Ulang tahun Atrika, tanggal 11
Februari, dirayakan esoknya. Ulang tahunku, 23 Maret, dirayakan setengah jam
sebelum hari berakhir. Dan ulang tahun Nuni, 5 Mei, dirayakan esoknya juga.
Sayang, kami tidak merayakan ulang tahun Hani karena ulang tahunnya masih lama,
dan selalu saat liburan, 21 Juni.
Saat ulang
tahun Atrika lalu, anak kamar 102 H ditambah Farida memberinya kue dan boneka.
Kuenya tidak terlalu besar. Namun karena sudah malam, kami tak sanggup untuk menghabiskannya.
Jadilah sedikit kue itu dikasihkan kepada seseorang yang kebetulan berulang
tahun sehari setelah Atrika. Dan karena itulah, kami kecipratan rezeki
dari yang ulang tahun tersebut, hehe. Ulang tahunku diwarnai dengan belajar dan
begadang. Ya, aku berulang tahun tepat di hari USBN. Aku diberi kado boneka
yang katanya mirip denganku, diberi nama Dhira Junior. Ulang tahun Nuni lebih
seru lagi. Korban kejahilan kami jatuh kepada Trio Conquera. Kami suruh mereka
bernyanyi happy birthday Nuni bersama kami lewat telepon. Walaupun
sederhana, yang penting kami bahagia.
Seandainya
ada penghargaan anggota sekaligus pembantu angkatan terbaik, aku yakin
penghargaan tersebut jatuh kepada 102 H. Bagaimana tidak? Dari zaman Alya
hingga Rizka, para ketua akhwat seringnya curhat masalah angkatan di kamar
kami. Bahkan pernah kumpul BPH akhwat di kamar kami. Yang membuat minuman untuk
khotmil Qur’an biasanya juga anak kamar kami... walaupun cuma Hani dan
Nuni, sih. Tapi membuatnya di kamar kami juga. Selain itu, penulisan
nama dan alamat undangan wisuda pun dilakukan di kamar kami. Semalam suntuk
kami mengerjakannya. Dibantu Farida, Salma, dan Jihan, kami menamai undangan
wisuda walaupun sempat ngomel-ngomel terlebih dahulu kepada ketua
angkatan. Bahkan, sehari sebelum wisuda, pakaian-pakaian yang ingin
disumbangkan dan tidak ingin dibawa pulang pun dikumpulkan di kamar kami,
membuat H-1 wisuda menjadi hari paling berantakan bagi kamar kami. Jadi bisa
dibilang, 102 H merupakan BPH bayangan Axiora. Hehe.
Kami
menyebut diri kami Cinderella. Seorang putri yang selalu bekerja keras—mulai dari
mencuci, menyetrika, menyapu, dan mengepel. Kami pun demikian. Kami semua
mencuci dan menyetrika pakaian sendiri. Hanya aku dan Nuni yang terkadang masih
me-laundry. Itu pun barang-barang besar seperti sprei dan selimut saja. Kalau
sudah masalah menyetrika, kami biasa bergantian. Dari Sabtu siang hingga Minggu
pagi. Malah pernah sekali waktu menyetrika berdua, karena di kamar memang
terdapat dua setrika.
Cinderella
tidak pernah mengeluh. Ya, semua pekerjaan ala emak-emak ini kami kerjakan
dengan senang hati, sekaligus bekal ketika menjadi ibu rumah tangga nanti. Masing-masing
dari kami bertekad untuk menjadi istri sekaligus ibu yang terbaik untuk
keluarga di masa depan. Duh, maaf ya bahasannya seperti ini. Memang
kenyataannya, omongan dunia pernikahan selalu hadir dalam hampir setiap
perbincangan kami.
Kalau
Cinderella telah bertemu dengan Prince Charming-nya, suatu saat nanti, kami pun
akan mendapatkannya. Seorang suami yang cakep, pinter, kece, dan sholeh, seperti
yel-yel Axiora setiap pagi.
#oke
#bye.
![]() |
Kalian jangan lupa datang ke walimahan Nadhira ya(?) |
0 comments