­

#Keping7; Cinderella 102 H

by - May 27, 2017

102 H di tengah lautan

(edisi Kau Melukis Aku)

Di suatu minggu pagi yang cerah, pukul 08:00.

Aku baru saja menyelesaikan olahraga lari pagiku. Dengan keringat membanjiri sebagian bajuku, aku kembali ke kamar.

“Assalamu’alaikum!” teriakku di depan pintu kamar.

"Waalaikum salam!” jawaban Nuni yang paling terdengar di telingaku. Ia membalas dengan teriakan juga.

Terlihat Atrika sedang menyapu di dekat meja belajarku, dan membuatku sedikit tidak enak melewatinya. Akhirnya aku memutuskan untuk duduk di atas meja, agar Atrika tidak terganggu ketika menyapu meja belajarku. “Pagi-pagi udah nyapu aja, Trik,” godaku.

Sontak, Hani yang berada di kamar dalam (setiap kamar di gedung H mempunyai dua ruangan) menyahut, “Tinggal elu Dhir, yang belum kerja!”

“Hah?” tanyaku.

Hani melongok di depan pintu kamar dalam. Ia berujar, “Iya, Dhir. Atrika udah nyapu. Gue udah bersihin kamar mandi kemarin. Nun, lu ngapain dah? Oh ya. Nuni udah nyuci keset. Tinggal elu yang belum kebagian tugas.”

“Apa? Belum ada yang ngepel, kan?” tanyaku lagi.

“Iya. Ya sudah Dhir, kamu ngepel,” kata Hani.

“Siap!”

***

Begitulah kisah hampir setiap minggu di kamarku. 102 H, yang terdiri dari Nuni, Atrika, Hani, dan aku sendiri dikenal sebagai anak kamar rajin. Hehe. Rajin piket subuh, rajin bangun pagi, rajin olahraga, rajin membantu angkat galon, hingga rajin menghabiskan sisa suplemen. Bagaimana tidak? Posisi kamar dekat meja halal membuat kami mudah mengambil makanan yang tidak diambil haknya oleh si empunya. Tentu saja, kami baru menyerbunya di atas pukul 11 malam.

Di suatu sore di akhir kelas XI, setelah pengocokan kamar, aku berkunjung ke calon kamar baruku. Aku terkejut mendengar suara berisik dari dalam kamar. Lebih tepatnya dalam kamar mandi. Dan ternyata, kulihat Nuni dan Hani sedang berusaha membersihkan kerak dan membuat kamar mandi kami menjadi kinclong. Ditemani music box, mereka mengerjakannya dengan sangat gembira.

Ketika perpindahan kamar pun, Atrika yang paling dahulu selesai. Tak hanya selesai memindahkan barang, namun juga merapikan barangnya. Ketika kutanya apa alasannya cepet-cepet memindahkan barang, ia menjawab, “Kamar gue kan di lantai tiga. Yaudah setiap kali gue turun, entah ke masjid atau ke kantin, sekalian aja gue bawa kardus-kardus gue.”

Setelah semua anak kamar memindahkan dan menata barang-barangnya, aku dan Atrika bertugas menyapu dan mengepel kamar. Tidak hanya sekali, namun kami melakukannya dua kali. Tetapi, satu masalah muncul. Seberkas bau tak sedap tercium oleh hidung kami. Walaupun sudah disemprot dengan pengharum ruangan, bau tak sedap tersebut tidak hilang. Kami bingung. Ini bau apa ya?

Kami mengecek setiap sudut kamar, barangkali ada penyebab bau tersebut. Ketika aku melongok ke pojokan kolong kasurku, aku terperanjat “ASTAGHFIRULLAH!” jeritku.

“Kenapa Dhir?” tanya yang lainnya.

“ADA BANGKAI!” aku panik.

Hani melihat ke kolong kasurku. Namun, menurutnya tidak terlalu jelas. Akhirnya, aku membantunya mengangkat kasurku, agar lebih jelas telihat. Dan ternyata... seonggok bangkai tikus tergeletak di sana. Sepertinya sudah mulai berbelatung. Jujur, aku tidak sanggup melihatnya. Padahal, dua hari sebelumnya, saat awal mulai pindahan, tidak ada apa-apa. Aku terus beristighfar dalam hati.

Jangan-jangan... apa yang diucapkan Dapol menjadi kenyataan. Sesaat setelah pengocokan kamar, Dapol berujar, “Si Nadhira sama si Nuni jadi satu. Wah, kamarnya bakal penuh bangkai ini. Ngomongin cowok terus.”

Walau kutahu ia hanya bercanda, namun kisah bangkai tikus ini cukup menamparku. “Ya Allah Nun, belum juga kita tidur di kamar, udah bau bangkai aja kamarnya,” keluhku. Dan sialnya, bangkai tersebut berada di kolong kasurku... dimana kasurku satu ranjang dengan Nuni. Huuuuh.

Akhirnya, urusan bangkai tikus ini terselesaikan setelah Hani membuang bangkai tersebut. Dengan bantuan sapu lidi tidak terpakai dan sebuah serokan, bangkai tersebut enyah dari kamarku. Setelah itu, aku mengepel kolong kasurku berkali-kali agar sisa-sisa dari benda menjijikan tersebut hilang.

Seiring berjalannya waktu, muncullah para penghuni gelap kamar 102 H. Dimulai dari anak kamar sebelah, Mira yang selalu menumpang belajar bahkan tidur, Farida yang senang baca novel di lantai sambil menghadap kipas, hingga Alya dan Rizka yang menumpang ngadem di bawah kipas setelah olahraga. Tidak hanya itu. Penghuni gelap kamar mandi pun ada. Sebut saja Jojo dan Qelby yang paling setia menggunakan kamar mandiku, dikarenakan kamar mandi kamar mereka sudah tidak layak pakai.

Selain dikenal sebagai anak kamar rajin, 102 H juga terkenal dengan istilah tempat pembuangan. Ya, barangsiapa yang mempunyai makanan / camilan dan tidak dihabiskan, bawalah ke 102 H. Niscaya makanan tersebut akan habis dalam sekejap. Aku, Nuni, dan Hani tidak perlu diragukan keganasannya dalam makan. Namun Atrika, jangan salah. Untuk urusan makan, pemilik badan paling langsing di 102 H ini tak kalah banyaknya. Camilannya banyak. Walaupun sering dimintai oleh anak-anak kamarnya, sih.

Kamarku hanya mempunyai satu music box. Warna pink milik Atrika. Karena yang memilikinya Atrika, otomatis lagu-lagu Korea lah yang sering diputar di kamar. Untungnya, kami semua juga menyukai dunia K-pop dan K-drama. Jadi, tidak pernah ada permasalahan dalam hal ini. Bahkan, karena terlalu seringnya OST suatu drama diputar di kamar, kami jadi hafal lagunya. Hehe.

Kali ini, akan kujelaskan satu persatu anak kamarku.

Pertama, Nuni. Pemilik nama lengkap Aisyah Nuraeni ini termasuk anak yang jarang di kamar kalau belajar. Soalnya, ia bisa langsung tertidur bila belajar di kamar. Biasanya ia belajar di living room, atau khusus matematika ia belajar di kamar Kiki. Anaknya ceria, ia yang paling rajin bernyanyi-nyanyi tidak jelas di kamar. Kalau sudah nempel di kasur, belum lima menit sudah tidak bisa diajak bicara lagi. Nuni ini yang paling sering tidur (dan tertidur) di kasurku. Biasanya, jika di malam hari aku dan Nuni tidak bisa tidur, kami mengobrol di atas kasur masing-masing. Bahasa kerennya pillow talk. Seringnya, kami mengobrol mengenai masa depan. Entah masalah perkuliahan ataupun masalah pernikahan. Baper-baperan dan galau-galauan bersama, hingga membicarakan seseorang yang tidak perlu kusebutkan namanya. Hehe. Aku dan anak kamarku paling suka kalau Nuni sudah dijenguk. Biasanya kami mendapat makanan dari mama Nuni. Kadang ikan, kadang sosis, bahkan potluck tambahan spesial dai mama Nuni. Beberapa kali kami makan besar dialasi koran di kamar hingga kekenyangan. Oh ya. Kalau sudah merasa sangat senang (entah karena sesuatu atau seseorang), ia pasti berguling-guling dan teriak-teriak di kasurku. Biasanya, aku ikut menemaninya sampai Atrika dibuat pusing oleh kelakuan kami berdua.

Selanjutnya, Atrika. Di antara kami berempat, Atrika lah yang paling tidak perlu berolahraga. Tidak seperti ketiga anak kamar lainnya yang merupakan anggota babonah Axiora. Tetapi, olahraganya berbeda. Ketika aku, Nuni, dan Hani lari pagi di lapangan, ia di depan cermin asyik menari lagu Korea. Untuk urusan belajar, Atrika ini jagonya. Ia tidak pernah menunda-nunda mengerjakan PR. Berbeda dengan aku yang memang anak deadline. Selain itu, ia yang paling kuat begadang sampai tengah malam. Alasannya, kalau dia tidur terlebih dahulu, dijamin tidak akan bangun sampai pagi. Untungnya, rajin belajarnya menular pada anak kamar yang meja belajarnya persis sebelah milik Atrika. Ya, itu aku. Seminggu sebelum USBN, aku sudah mulai merangkum dan belajar materi yang akan diujikan gara-gara melihat Atrika melakukannya. Jadilah aku dan Atrika begadang selama dua minggu gara-gara USBN. Di antara anak kamarku, Atrika adalah anak kamar yang paling kukagumi. Mengapa? Karena tugasnya tidak pernah kepepet deadline, nilai ulangannya selalu bagus, namun nonton drama Korea juga tidak pernah absen. Ckckck.

Terakhir, Hani. Jangan pernah berharap ia masih bangun jam setengah 10 malam. Niatnya belajar, eh malah ketiduran. Selalu seperti itu. Namun, tidur cepatnya juga membuahkan hasil bangun paling pagi di kamar. Biasanya ia sudah bangun jam setengah 4. Kalau ada ulangan, ia bisa bangun lebih pagi daripada itu. Di antara kami berempat, Hani yang paling sering dicari oleh adik kelas. Karena kerjaannya berjualan kerudung Rohani. Kerudungnya panjang, adem, murah lagi. Kok malah endorse sih. Hehe. Tempat favoritnya dalam belajar cuma satu; kasurnya. Walau tahu sering tertidur, ia jarang sekali belajar selain di kasurnya. Hani juga tidak pernah pantang makan tengah malam. “Kalau ada makanan, sayang Dhir kalau gak dimakan langsung,” akunya. Hani pernah membuat anak kamarku panik karena belum balik reguler hingga malam hari. Kami tahu ia pulang ke rumah. Tapi mengapa sampai larut malam ia belum kembali? Anak kamarku, ditambah ibu ketua angkatan—Rizka, Fia, dan Jihan mencoba menelepon orang tua Hani. Kami tidak punya nomor ponselnya. Yang ada di HP angkatan pun tidak diangkat. Akhirnya, kami membuka buku-buku Hani yang ada di meja dan menelepon setiap nomor yang ada. Namun hasilnya nihil. Kami pasrah dan hanya bisa berdoa. Esoknya, menjelang subuh, aku melihat Hani duduk di kasur. Aku kaget dan teriak, “HANI... LU BIKIN ANAK KAMAR PANIK YA!” Yang diteriaki malah cengengesan dan akhirnya menjelaskan kisahnya kepada anak kamar.

***

Jika setiap dari kami ada yang berulang tahun, dirayakannya kalau tidak menjelang akhir dari hari tersebut atau bahkan besoknya. Ulang tahun Atrika, tanggal 11 Februari, dirayakan esoknya. Ulang tahunku, 23 Maret, dirayakan setengah jam sebelum hari berakhir. Dan ulang tahun Nuni, 5 Mei, dirayakan esoknya juga. Sayang, kami tidak merayakan ulang tahun Hani karena ulang tahunnya masih lama, dan selalu saat liburan, 21 Juni.

Saat ulang tahun Atrika lalu, anak kamar 102 H ditambah Farida memberinya kue dan boneka. Kuenya tidak terlalu besar. Namun karena sudah malam, kami tak sanggup untuk menghabiskannya. Jadilah sedikit kue itu dikasihkan kepada seseorang yang kebetulan berulang tahun sehari setelah Atrika. Dan karena itulah, kami kecipratan rezeki dari yang ulang tahun tersebut, hehe. Ulang tahunku diwarnai dengan belajar dan begadang. Ya, aku berulang tahun tepat di hari USBN. Aku diberi kado boneka yang katanya mirip denganku, diberi nama Dhira Junior. Ulang tahun Nuni lebih seru lagi. Korban kejahilan kami jatuh kepada Trio Conquera. Kami suruh mereka bernyanyi happy birthday Nuni bersama kami lewat telepon. Walaupun sederhana, yang penting kami bahagia.

Seandainya ada penghargaan anggota sekaligus pembantu angkatan terbaik, aku yakin penghargaan tersebut jatuh kepada 102 H. Bagaimana tidak? Dari zaman Alya hingga Rizka, para ketua akhwat seringnya curhat masalah angkatan di kamar kami. Bahkan pernah kumpul BPH akhwat di kamar kami. Yang membuat minuman untuk khotmil Qur’an biasanya juga anak kamar kami... walaupun cuma Hani dan Nuni, sih. Tapi membuatnya di kamar kami juga. Selain itu, penulisan nama dan alamat undangan wisuda pun dilakukan di kamar kami. Semalam suntuk kami mengerjakannya. Dibantu Farida, Salma, dan Jihan, kami menamai undangan wisuda walaupun sempat ngomel-ngomel terlebih dahulu kepada ketua angkatan. Bahkan, sehari sebelum wisuda, pakaian-pakaian yang ingin disumbangkan dan tidak ingin dibawa pulang pun dikumpulkan di kamar kami, membuat H-1 wisuda menjadi hari paling berantakan bagi kamar kami. Jadi bisa dibilang, 102 H merupakan BPH bayangan Axiora. Hehe.

Kami menyebut diri kami Cinderella. Seorang putri yang selalu bekerja keras—mulai dari mencuci, menyetrika, menyapu, dan mengepel. Kami pun demikian. Kami semua mencuci dan menyetrika pakaian sendiri. Hanya aku dan Nuni yang terkadang masih me-laundry. Itu pun barang-barang besar seperti sprei dan selimut saja. Kalau sudah masalah menyetrika, kami biasa bergantian. Dari Sabtu siang hingga Minggu pagi. Malah pernah sekali waktu menyetrika berdua, karena di kamar memang terdapat dua setrika.

Cinderella tidak pernah mengeluh. Ya, semua pekerjaan ala emak-emak ini kami kerjakan dengan senang hati, sekaligus bekal ketika menjadi ibu rumah tangga nanti. Masing-masing dari kami bertekad untuk menjadi istri sekaligus ibu yang terbaik untuk keluarga di masa depan. Duh, maaf ya bahasannya seperti ini. Memang kenyataannya, omongan dunia pernikahan selalu hadir dalam hampir setiap perbincangan kami.

Kalau Cinderella telah bertemu dengan Prince Charming-nya, suatu saat nanti, kami pun akan mendapatkannya. Seorang suami yang cakep, pinter, kece, dan sholeh, seperti yel-yel Axiora setiap pagi.

#oke #bye.

(ini panjang coy. 6 halaman Ms. Word-_-)

Cinderella setelah Idul Adha
Kalian jangan lupa datang ke walimahan Nadhira ya(?)

You May Also Like

0 comments