­

#SalamRamadan – Day 4

by - May 30, 2017

BELAJAR SEJAK DINI


Mulai Ramadan ini, Najla dikenalkan berpuasa. Sekolah PAUD-nya melarang murid-muridnya membawa bekal ke sekolah. Maka tidak ada lagi acara shodaqoh di kelas, acara membagi-bagikan makanan. Tas sekolah hanya berisi buku mengaji saja.

Namanya juga anak kecil. Sahurnya saja jam setengah tujuh, dan waktu berbukanya pun jam sepuluh pagi. Tapi menurutku, Najla sudah hebat. Ia sahur hanya minum susu (karena kalau makan akan membutuhkan waktu yang sangat lama), dan baru makan sekitar jam 11 di rumah.

Aku jadi teringat ketika aku TK dahulu, saat mulai belajar puasa. Aku sahur jam 6 pagi, dan berbuka tepat setelah Dzhuhur. Aku baru bangun sahur jam 4 memasuki kelas 1 SD.

Belajar puasa memang patut diajarkan sejak dini, agar ketika besar nanti menjadi terbiasa. Karena untuk anak kecil, menahan diri untuk tidak makan, minum, apalagi jajan memang susah. Bahkan Najla, setelah pulang sekolah, bersama Bunda mampir ke minimarket dan selalu berkata, “Puasa itu... jajan!”

Belajar sholat tarawih pun harus dilakukan sejak dini. Walau Najla masih susah disuruh sholat, tapi sekali dua kali ia ikut sholat tarawih. Bahkan sampai witir. Setidaknya ia mengetahui bahwa sholat merupakan kewajiban setiap muslim, sebelum ia merasakan sholat juga merupakan kebutuhan sehari-hari, layaknya makan.

Ketika aku kelas 2 SD, adikku yang pertama, Nada, masih duduk di bangku akhir TK. Saat itu hari terakhir Ramadan, dan Nada berusaha mempertahankan puasanya sampai maghrib. Waktu menunjukkan pukul 4 sore, Nada mulai bertanya-tanya kapan maghrib datang. Bunda, yang memang tidak pernah memaksakan anak-anaknya (apalagi masih kecil) untuk berpuasa sehari penuh, menyuruh Nada untuk berbuka saja bila tidak kuat. Tapi Nada bersikukuh tidak mau.

Jam 5, yang tadinya hanya bertanya-tanya, Nada mulai marah-marah. Ia merengek-rengek tidak kuat. Namun, setiap disuruh berbuka, ia semakin marah dan berteriak, “Nggak mau!” Aku, yang sedari tadi memerhatikan adik yang berbeda dua tahun dariku merasa geregetan, namun aku tidak melakukan apa-apa. Aku hanya melanjutkan nonton teveku.

Akhirnya, di hari terakhir Ramadan, Nada berhasil menyelesaikan puasanya satu hari penuh. Dimana ke-29 hari lainnya ia hanya sahur jam 6 dan buka jam 12, walau diselingi ngambek dan marah-marah. Aku selalu tertawa mengingat kejadian tersebut dan selalu kugunakan untuk meledek Nada.

Najla, tahun depan, saat kamu TK, makin rajin belajar puasa dan sholat ya! Barakallah, adikku.

***

AYAT OF THE DAY

AN-NISA: 69



Dan siapa yang menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para shiddiqin (pecinta kebenaran), orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang sholeh. Mereka itulah sebaik-baiknya teman.


Ingat surah Al-Fatihah ayat terakhir yang berbunyi, Tunjukkanlah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan yang Engkau beri nikmat? Apa maksud jalan yang diberi nikmat tersebut? Nah, pertanyaan itu Allah jawab di dalam Alquran sendiri, di surah An-Nisa ayat 69.

Maka, orang yang diberi nikmat oleh Allah adalah siapa saja yang menaati Allah dan RasulNya. Melakukan apa yang diperintahkan, dan meninggalkan apa yang dilarang. Jawaban yang sederhana, namun sulit untuk istiqomah di dalamnya.

Ustad Purwanto, salah satu guru saat aku mengikuti Tahfizh Alquran Academy (Desember 2015) lalu berkata, “Sadar gak sih, orang-orang yang disebut diberi nikmat oleh Allah itu ketika hidup di dunia seakan tidak mendapatkan nikmat sama sekali?”

Kemudian, beliau menjelaskan hal tersebut dan membuatku merenungkannya. Pertama, para Nabi. Ejekan, cacian, bahkan ancaman pembunuhan selalu menghantui para nabi dan rasul ketika menyampaikan risalahNya. Nabi Muhammad dan segelintir pengikutnya saja pernah diboikut selama tiga tahun oleh kafir Quraisy Mekkah. Lalu, para shiddiqin. Lihat zaman sekarang. Orang-orang yang mencoba menyampaikan kebenaran lebih sering ditenggelamkan beritanya, dibandingkan orang yang memamerkan kemaksiatan. Para syuhada, apa lagi. Mereka mengorbankan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Berperang tiada henti, di bawah terik matahari. Tersabet senjata, hingga kehilangan anggota badan mereka.

Namun, janganlah risau. Seperti yang dikatakan di awal ayat tersebut, kunci meraih kenikmatan dari Allah SWT. adalah menaati Allah dan RasulNya. Dari Amru bin Murrah Al-Juhan, ia berkata: Seorang lelaki datang kepada Nabi Muhammad SAW dan berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu jika aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Allah dan aku bersakasi bahwa engkau adalah utusan Allah, dan aku mengerjakan shalat yang lima waktu, menunaikan zakat, berpuasa ramadhan dan melaksnakan ibadah padanya, maka dari golongan siapakah aku ini?” Rasulullah SAW. Menjawab, “Engkau berada dalam golongan para shiddiqin dan syuhada.”

Hal yang dapat aku pahami ialah bahwa untuk mencapai kenikmatan yang hakiki, jalan yang harus dilalui tidaklah mudah. Penuh halangan dan rintangan. Juga istiqomah. Maka di akhir ayat, Allah memuji orang-orang yang mendapatkan nikmat tersebut, Mereka itulah sebaik-baiknya teman.

Semoga kita termasuk ke dalam golongan orang yang mendapatkan nikmat, aamiin.

Sumber: Tafsir Ibnu Katsir yang disadur dari internet dan ceramah Ustad Purwanto Abdul Ghaff pada Desember 2015

You May Also Like

0 comments