Nikmat Itu

by - July 18, 2017


Waktu menunjukkan pukul 04.05 pagi. Alarm berbunyi cukup nyaring dari ponselku. Aku sedikit tersadar dari mati sementaraku. Tak berapa lama, terdengar ketukan dari pintu kamarku. Aku menyalakan lampu, kemudian memutar kunci pintu dan membukanya. Terlihat Bunda berdiri di depan pintu.
 
“Kak, tahajud Kak,” ujarnya.

***

Terbangun di sepertiga malam terakhir, lalu mengambil wudhu dan sholat tahajud, bagiku merupakan nikmat yang tiada terkira. Di tengah keheningan malam, berkasih dan bercumbu pada Pemilik Semesta. Meminta apapun, ibarat tak ada jarak antara diriku denganNya.

Satu nasihat Bunda yang selalu terngiang di kepalaku. “Kak, kalau Kakak di IC sering sholat tahajud, di rumah juga jangan susah dong, kalau dibangunin.”

Aku tertegun. Ya, selama di Insan Cendekia, walau tidak ada dering alarm HP, cukup mudah bagiku untuk bangun jauh sebelum adzan subuh berkumandang. Mulai dari murottal yang terdengar kencang, hingga teman sekamarku yang tidak pernah lelah membangunkanku.

Hani, hampir setiap hari ia membangunkanku, agar aku bisa melaksanakan sholat tahajud, minimal di kamar. Ia yang selalu bangun paling awal di kamar. Ia juga yang selalu semangat membangunkan anak-anak penghuni gedung H. Terkadang juga Nuni yang membangunkanku, setelah ia selesai melaksanakan sholat tahajud.

Ada masa hampir setiap hari aku bangun 10 menit sebelum subuh. Mau sahur ke kantin, susah, mau sholat tahajud di masjid juga keburu adzan. Jadilah selama beberapa minggu tersebut aku usahakan sholat tahajud kilat–dua rakaat ditambah satu witir, bahkan melaksanakan sholat qobliyah subuh di kamar.

Keyakinanku satu. Jika aku mengawali hari dengan sholat tahajud, insyaallah satu hari tersebut akan terasa menyenangkan dan dimudahkan. Maka dari itulah, aku selalu sedih bila dalam beberapa hari aku tidak dapat melaksanakan sholat tahajud.

Di rumah, Ayah dan Bunda tidak pernah bosan membangunkanku–bahkan dari 45 menit sebelum subuh, agar aku dapat melaksanakan sholat tahajud. Sholat tahajud seakan menjadi sholat wajib yang tidak boleh ditinggalkan. Memang, tak pernah sekalipun kulihat Ayah dan Bunda absen dari bangun dan sholat di sepertiga malam terakhir. Bahkan, bila aku kedapatan tidak sempat melaksanakan sholat tahajud, Bunda pasti menggerutu dan menasihatiku.

Sejak SMP, Ayah dan Bunda mengajari aku dan adikku untuk sholat tahajud. Dahulu, aku hanya dibangunkan di akhir pekan, mungkin kalau di hari biasa takut ngantuk di sekolah. Lama kelamaan, jika liburan sekolah datang, dua hari sekali mereka membangunkanku untuk sholat tahajud. Dan setelah aku masuk Insan Cendekia, intensitas Ayah dan Bunda dalam membangunkanku semakin meningkat.

Aku tahu, sebenarnya Ayah dan Bunda tidak mau terus membangunkanku. Mereka ingin aku bangun sendiri. Terkadang aku bangun, namun seringnya aku dibangunkan. Padahal aku sudah memasang alarm dengan kencang di HPku (beruntunglah aku karena tidak sekamar dengan Najla, sehingga aku tidak mengganggunya). Entahlah. Mungkin niatku kurang kencang, yakin, dan ikhlas. Padahal, di asrama, ketika aku begadang hingga jam satu atau dua pagi, aku masih bisa bangun setengah jam sebelum subuh.

Hal itulah, yang hingga detik ini terus mengganggu pikiranku. Di IC, ada banyak teman yang tak pernah bosan membangunkanku, entah karena aku yang minta atau mereka yang sangat baik. Dan di rumah, Ayah dan Bunda tidak pernah lelah mengetuk pintu kamarku hingga aku beranjak dari kasur dan melangkah ke kamar mandi untuk berwudhu. Tak lama lagi aku kuliah. Siapa yang nanti akan membangunkanku?

Jujur, aku takut. Aku tidak ingin kehilangan nikmat melaksanakan sholat di sepertiga malam terakhir. Sholat tahajud yang menenangkan, sholat tahajud yang memberi jawaban, dan sholat tahajud yang dapat menambah kedekatan. Aku selalu ingat apa yang pernah guru halaqahku, Bu Dini, katakan. “Jika kita kehilangan nikmat suatu ibadah, maka tanyakan kepada diri kita sendiri. Apakah hal tersebut terjadi karena kita sering bermaksiat kepadaNya, sehingga Allah tidak lagi ridho memberikan nikmat ibadah tersebut kepada kita?”

Ya Allah ya Rabb, aku tidak ingin kehilangan nikmat itu...


Renungan beberapa hari terakhir ini, beberapa hari sebelum Syawal berakhir.

You May Also Like

0 comments