Dalam Suka dan Duka, Meraih Cita

by - July 07, 2017


Sebuah kehormatan bagiku, untuk bisa menjadi satu di antara 120 semut pekerja keras tanpa lelah ini. Suatu hal yang aku syukuri, berjuang bersama dengan para mujahid pencari ilmu. Satu hal yang aku akui, aku menemukan cinta di bawah naungan nama Axiora. Cinta dalam mengajak kebaikan, cinta dalam saling menyemangati, hingga cinta yang terucap dalam doa.

Pagi tadi, sebuah berita dari laman resmi Kementrian Agama muncul. Menjelaskan tentang MAN Insan Cendekia Serpong meraih peringkat satu rata-rata UN nasional jurusan IPS. Tak hanya itu, situs detik.com juga membicarakan hal serupa. Banyak komentar yang bermunculan. Ada yang memberi apresiasi, ada juga bernada mencaci.

Aku jadi teringat, bagaimana perjalanan panjang penuh liku itu pernah kita lewati bersama.

Tahukah, saat kelas X, betapa ego masing-masing dari kita sangatlah tinggi. Perdebatan tanpa henti, hingga menciptakan jarak seperti langit dan bumi. Terlebih di semester dua. Antar anggota khwan dan akhwat sangat terasa jauhnya. Pun dengan sesama anak akhwat. Masa-masa paling sulit, menurutku. Sampai-sampai pernah aku berpikir, Duh, mending jadi anak angkatan lain aja, deh. Terlebih, kasus pertama yang menimpa Axiora, yang mulai membuat nama Axiora sedikit tercoreng.

Memasuki kelas XI, masa ketika tumpu kepemimpinan OSIS, kita yang kendalikan. Tahukah, bahkan dalam penentuan bakal calon ketua OSIS dan MPS saja kita meributkannya. Jangan si ini, lah, jangan si itu, lah. Pusing aku mendengarnya, apalagi memikirkannya. Apalagi setelah kejadian kekosongan jabatan ketua angkatan Axiora. Beruntungnya, sesaat sebelum demo angkatan pada acara Pekan Ta’aruf Siswa, Axiora memiliki ketua angkatan baru.

Kegoyahan bidang akademik pun cukup terasa. Dihantui oleh biologinya Bu Etty, membuat tidur kita serasa tidak pernah nyenyak. Juga dengan KIR dan segala revisinya. Banyak nilai dari kita yang menurun drastis saat semester tiga, aku termasuk salah satunya. Apalagi, Sonic Linguistic dan iCare juga menambah tanggung jawab di pundak kita.

Perlahan, satu demi satu dari kita mulai berguguran. Dari yang mengundurkan diri karena sakit, masalah akademis, hingga terpaksa dikeluarkan. Sedih memang rasanya. Tetapi, bagaimana pun, doa dan semangat selalu kita berikan kepada mereka agar mereka juga sukses di luar sana.

Semakin banyak alasan untuk tidak menyukai angkatan ini. Rasanya, segala sesuatu yang kita lakukan selalu dikomentari dan dipersulit. Puncaknya pada saat itu ialah pelarangan pemunculan maskot Sonlis yang telah susah payah dibuat oleh salah satu dari kita. Gedeg sana-sini pastinya. Ngedumel di belakang juga iya. Tapi, kesabaran menjadi benteng terakhir dalam meluapkan emosi kita.

Sampailah kita di kelas XII, masa yang seharusnya difokuskan untuk ujian akhir dan persiapan memasuki perguruan tinggi. Masih terngiang di kepalaku perseteruan antara OSIS dan sekolah dalam pelaksanaan kegiatan Matsama (Masa Ta’aruf Siswa Madrasah). Dimulai dari nama yang tiba-tiba berganti, pemberian tugas kepada peserta Matsama, hingga kontroversial tim tata tertib. Kegiatan hari-hari Matsama pun kita jalankan tanpa bimbingan sang ketua OSIS, karena yang bersangkutan diberi tugas oleh sekolah menggantikan siswa yang undur diri dalam lomba MTQ tingkat nasional.

Masa yang seharusnya fokus untuk belajar kemudian ternodai oleh beberapa dari kita yang dimintai tolong (bahasa halusnya) untuk menjadi panitia Milad IC ke 20 dan pembuat video profil tentang sekolah sehat. Walau begitu, kita melakukannya dengan sepenuh hati, tanpa meminta balasan. Cukuplah diapresiasi.

Penghujung semester lima, berita mencengangkan muncul. Tiga dari kita harus dikembalikan kepada orang tua, sedang Ujian Nasional di depan mata. Beruntunglah, ketiganya segera mendapat sekolah sehingga kekhawatiran tidak dapat ikut ujian pun hilang.

Awal semester enam, lagi-lagi datang berita mengejutkan. Tak sedikitnya lima orang dari kita terkena skorsing. Beberapa bahkan dihukum karena ketidaksengajaan yang dilakukan setahun sebelumnya. Tidak habis pikir memang.

Masa-masa ini, ghiroh belajar kita melonjak naik. Bahkan di tengah kebimbangan ada tidaknya pelaksanaan UN dan tiba-tiba muncul ujian baru bernama USBN, kita masih tetap semangat belajar. Intensif pun kami usahakan selalu hadir. Namun, ada saja yang tidak melihat usaha belajar kita. Ada yang mengatakan, “Kok saya belum melihat semangat belajar kalian.” Tapi hal itu membuat kami berpacu lebih kencang.

Hingga akhirnya, satu persatu ujian berhasil kami lewati. Ada yang dilewati dengan mudah, ada juga yang dengan susah payah. Apapun hasilnya, kita serahkan kepadaNya.

Puncaknya, Ujian Nasional Berbasis Komputer yang dilaksanakan pada tanggal 10-13 April 2017. Secara teknis tidak ada kendala yang berarti, namun melirik soal-soalnya, rasanya seperti menghadapi ulangan harian ala guru Insan Cendekia. Sampai-sampai ada yang menyeletuk, “Soal UN rasa SBMPTN ini mah.”

Kemudian aku tersadar. Rintangan yang menghadang, jalanan penuh tanjakan, pandangan sebelah mata terhadap angkatan, mejadi tidak terasa, saat aku dan kau bersama. Canda dan tawa yang selalu menghiasi hari, pelukan dan genggaman yang terus menemani, hingga panjatan doa yang tak pernah berhenti seakan menghapus kesedihan yang kita alami.

Apalah kata orang-orang di belakang, ketika kita bisa menjadi diri sendiri. Biarlah orang berkata apa, yang penting kita bahagia. Tak dapat kulukiskan satu persatu kenangan indah yang telah kita lewati. Tak terhitung jumlahnya. Namun memori tentangnya akan selalu ada. Biarkanlah Blu’s Clues (nama hardisk-ku–red) yang menyimpannya, dalam kepingan-kepingan hasil bidikan lensa.

Hingga akhirnya, kita dapat menunjukkan pada dunia, bahwa Axiora itu ada. Kabar bahagia yang terus bermunculan, menjadi satu pembuktian kita akan rasa tidak percaya yang pernah dirasakan oleh kami. Dimulai dari 13 Juni lalu saat pengumuman SBMPTN, dimana dari 90 orang yang mengikuti SBMPTN, hanya 9 orang yang belum berhasil meraihnya. Terlebih, lebih dari 15 orang diterima di fakultas kedokteran yang tersebar di universitas negeri di Pulau Jawa. Bahkan, mengukuhkan lima nama di FKUI. Betapa pencapaian luar biasa.

Lagi, baru sehari yang lalu kita mendapat hasil rata-rata Ujian Nasional 2017, yang menempatkan hasil jurusan IPA sebagai peringkat tiga nasional dan jurusan IPS kokoh di peringkat satu nasional. Suatu pencapaian yang jujur saja kita tidak menyangka. Hasil yang menunjukkan pada kita bahwa Allah selalu bersama orang-orang yang sabar.

Tentulah kita bersyukur akan apa yang telah kita raih. Tak lupa juga rasa terima kasih kepada guru-guru, kakak dan adik kelas, hingga para orang tua yang telah mendoakan kita tak henti-hentinya. Namun ingatlah, perjalanan yang lebih panjang masih menunggu kita di depan mata. Perjalanan panjang menjadi insan-insan yang berilmu, beriman, berakhlak, dan bermanfaat untuk sekitar.

Tetaplah berada di sisiku kawan. Saling berpegang erat untuk menyongsong masa depan. Walau badan tidak lagi berdekatan, tetapi doa akan selalu menyatukan. Karena kita, dalam suka dan duka, meraih cita, seperti lirik yang tertera dalam lagu angkatan Axiora.


44 hari menuju milad ke-3 Axiora

You May Also Like

0 comments