Jadi Guru TK?

by - July 04, 2017



Aku dan keluargaku sedang berada dalam perjalanan menuju Gramedia terbesar di BSD City, Serpong. Di tengah mengendarai mobil, Ayah bertanya, “Kak, kapan bisa ngambil ijazah?”


“Ya setelah masuk sekolah, kali,” jawabku.

“Emang kalau sekarang gak bisa?” Ayah bertanya lagi.

“Sekolah juga libur kali Yah.”

Tiba-tiba, Bunda menimpali. “Sekolah libur ya guru-gurunya libur juga, Ayah. Beda sama pegawai swasta mah.”

Wih, enak juga ya jadi guru. Liburnya bareng anak-anak murid. Jadi guru aja, Kak,” celetuk Ayah.

“Enak kali ya jadi guru TK. Hehehe,” cerocosku.

Nada, yang dari tadi diam saja, ikut bicara. “Berarti harus bisa cebokin anak kecil, Kak.”

Aku termenung. “Iya juga, sih. Eh tapi seru tau. Bisa main ayunan sama perosotan bareng sama anak kecil. Jadi gak perlu malu kalau lagi main. Bisa loncat-loncat juga.”

Bunda mengomentari, sambil tertawa. “Nanti kalau Kakak kayak gitu mainannya cepet rusak, terus dipanggil kepala sekolah, nanti gak dikasih gaji, lho.”

Aku ikut tertawa.

“Kalau Kakak jadi guru TK kayak gitu, nanti yang bingung murid-muridnya, Kak. Ntar mereka mikir, ‘Ini guru gue kenapa coba,’ Ntar murid-muridnya malu Kak punya guru kayak Kakak hahaha,” canda Nada.

Ah, bener juga sih. Tapi gak apa-apa lah ya, hehehe.

“Malu sih, Kak. Inget Kak, kemuliaan seorang perempuan itu terletak pada rasa malunya,” tiba-tiba Bunda bicara.

Bukan hanya sekali Bunda berkata seperti itu. Seingatku sudah tiga kali bahkan. Dan Bunda mengatakannya, setelah membaca pesan dari seseorang.

Kemudian aku terdiam.

You May Also Like

0 comments