{H-30} – Belum Sempat Kucicipi
Ini kue Axiora. Sebagai perayaan milad yang ketiga. Terlalu awal memang, masih 30 hari menuju 20 Agustus. Bukan soal kue, tapi soal cerita tentangnya.
Hari ini, aku pergi ke Insan Cendekia untuk mengambil ijazah, sekaligus bertemu kembali dengan teman-temanku. Dan hari ini pula, untuk pertama kalinya, aku ke IC menggunakan kendaraan umum. Bersama Fia, aku naik bis. Berangkat dari Terminal Pakupatan jam 8, sampai di IC jam 11. Itu pun karena ada insiden salah jurusan angkot, hehe.
Hari ini, aku pergi ke Insan Cendekia untuk mengambil ijazah, sekaligus bertemu kembali dengan teman-temanku. Dan hari ini pula, untuk pertama kalinya, aku ke IC menggunakan kendaraan umum. Bersama Fia, aku naik bis. Berangkat dari Terminal Pakupatan jam 8, sampai di IC jam 11. Itu pun karena ada insiden salah jurusan angkot, hehe.
Anak
Axiora yang pertama kutemui setelah sampai di IC adalah Fariza dan Fitri. Setelah
membayar ongkos kepada pengemudi Gr*b, aku langsung meneriaki mereka. “Ijaaaaay!
Ipiiiiiiiit!”
Aku
berjalan menuju ruang audio visual (AV). Disana, aku bertemu lebih
banyak lagi dengan teman-temanku. Melepas rindu, aku memeluk mereka. Mengobrol
hal-hal remeh, bahkan masih sempat bergosip.
Jalan-jalan
sekitar IC pun dimulai. Bersama Fia, Mira, Marwah, Muti, Ijay, dan Ipit, kami
berkunjung ke rumah Bu Dini, sekaligus menengok bayi Fatimah. Anak kelima Bu
Dini tersebut sangat menggemaskan. Wajahnya putih, agak-agak mirip bule
gitu heheheh. Selanjutnya, kami mampir dan jajan di saung Teh Sri.
Terlihat di bangku depan saung banyak siswa yang tidak kuketahui wajahnya–siswa
angkatan 23. Mereka sempat melirik kami, dan kami tetap saja (masih) heboh.
Kami
berjalan lagi menuju depan perpustakaan. Pak Kris ada di sana, sedang duduk.
Kami menyapa Pak Kris. Dari depan pintu perpustakaan, Bu Elly muncul. Kami juga
salam kepada Bu Elly. Tak lama, Pak Japar muncul dengan motornya. Kami pun
menyapa Pak Japar.
Waktu
sudah menunjukkan pukul 11.35. Kami berniat kembali ke ruang AV. Aku berjalan
dengan riang, hingga dari kejauhan terlihat tiga sosok anak Axiora yang sedang
berjalan menuju masjid. Hari itu hari Jumat, maka para laki-laki pun sudah
bersiap untuk melaksanakan sholat Jumat. Padahal ketiga sosok tersebut masih
cukup jauh, namun salah satunya sukses membuatku tersenyum dan salah tingkah.
Pembagian
ijazah, yang direncanakan selesai sebelum sholat Jumat, molor baru bisa
dibagikan setelah sholat Jumat. Entah siapa yang harus disalahkan. Aku menunggu
namaku dipanggil dengan sabar. Hanya satu sebenarnya yang kupikirkan, bagaimana
aku pulang nantinya. Aku berjanji pada orang tuaku untuk tidak pulang terlalu
larut, dan aku juga bukan orang yang dengan mudahnya berkata, “Ayah, Bunda, aku
mau nginep di rumah si ini, ya!”
Namun
hingga pukul 3 sore, namaku tak kunjung dipanggil. 20 menit kemudian, adzan
asar berkumandang. Aku dan teman-temanku yang sama-sama belum cap tiga jari
untuk ijazah, melaksanakan sholat asar terlebih dahulu, di masjid penuh
kenangan, Ulil Albab. Barulah setelah sholat Asar, aku dapat cap tiga jari.
Setelah itu, aku langsung pergi ke tempat kumpul Axiora, Saoenk Kito BSD
(tentunya setelah menunggu abang-abang Gr*b datang).
Aku sampai
di Saoenk Kito dengan keadaan pusing dan lelah. Lapar juga. Aku langsung naik
tangga ke tempat yang telah dipesan BPH Axiora, dan langsung duduk di hadapan
sebakul nasi dan ayam goreng. Karena rasa lapar yang tidak tertahankan, aku
langsung menyantap menu makan-siang-tapi-dimakan-saat-sore dengan lahap. Mukaku
pun sudah kusut tidak karuan, haha.
Waktu
terus berjalan. “Fia, gimana kita pulang?” tanyaku panik. Aku dan Fia harus
pulang dengan bis kembali. Sedangkan aku belum berada di halte bus saat itu. Arah
menuju halte bus di Kebon Nanas pun aku tidak tahu. Aku kacau. Aku tidak mau
menghancurkan kepercayaan orang tuaku.
Jadilah,
tepat pukul 17.20, aku dan Fia berangkat dari Saoenk Kito menuju halte Kebon
Nanas, dengan perasaanku yang campur aduk, meninggalkan sepotong kue ulang
tahun Axiora yang belum sempat kucicipi.
***
Ada satu
cerita, tepat sebelum aku pulang. Tak akan kujelaskan memang. Namun menyisakan
satu pertanyaan.
Kapan
kita bertemu kembali, ya?
0 comments