­

4-1 di 40 (bagian 2)

by - June 26, 2019

25 Ramadan 1440 H, 30 Mei 2019. Hari ini aku pulang ke Serang! Jam 7 pagi, aku berangkat dari Masjid Salman, kembali menuju tempat kosku. Aku merapikan barang-barang yang akan dibawa pulang, menaruh laundry, menyapu dan mengepel kamar, serta membersihkan kamar mandi. Tepat sebelum dzuhur, aku sudah siap.

Aku pulang menggunakan travel, dan travel-ku berangkat jam 13.30 siang. Usai sholat, aku keluar kamar, mengunci pintu kamar dan utama, dan bersiap kembali ke... Masjid Salman. Ada urusan yang harus kuselesaikan, alias memindahkan foto-foto dokumentasi ke Salsa, anggota divisi dokumentasi yang bertugas menghimpun foto-foto kegiatan Ramadan. Kameraku juga masih kutinggal di sekre.

Aku datang ke gedung sekretariat P3RI, mengenakan seragam ketiga Arsenal musim 2018/2019, dan mendapati teman-temanku di dalamnya. Aku sudah berjanji pada diri sendiri, menang atau kalah, aku akan tetap menggunakan baju Arsenal saat pulang.

“Udah kalah masih saja dipakai bajunya, dasar si Mbok,” celetuk seseorang. Suara medhok yang sangat khas, siapa lagi kalau bukan Iqbal.

Jawabanku hanya satu. “Bacot.

Ada satu kegiatan (budaya P3RI lebih tepatnya) yang kusuka menjelang kepulangan seseorang. Berbondong-bondong panitia P3RI akan mengantar temannya yang hendak pulang. Kalau teman tersebut pulang menggunakan kereta, diantar ke stasiun. Bila teman tersebut pulang menaiki pesawat, diantar sampai bandara. Bahkan jika teman tersebut pulang mengendarai motor (alias orang sekitar Bandung dan Jawa Barat), dilepas bersama di tempat parkir. Kisah-kisah pengantar kepulangan lebih baik kuceritakan lain kali.

Dalam hati, aku berharap akan ada cukup banyak orang yang mengantarku pulang (hehe). Aku menelepon Ulya, Titi, Titin, Tami, dan Ata agar tidak tertidur supaya hadir mengantarku pulang.

“Mbok, travel-mu berangkat jam berapa?” tanya seseorang – Hanif. “Jam setengah dua,” jawabku.

“Mbok gak usah dianterin ya, pamitan di sini aja,” seru Iqbal, sambil mengangkat HP-nya, bersiap untuk wefie. Yap, salah satu dari kegiatan mengantar kepulangan adalah foto bersama dengan orang yang akan pulang.

“Dadah Nadhira, hati-hati di jalan ya, semoga Arsenal kapan-kapan menang.” Teman-temanku berkata seolah berpamitan denganku. Aku mendengus kesal.

Titi, yang sedari tadi menemaniku mengingatkanku untuk berangkat, karena waktu sudah menunjukkan pukul 13.12. “Ayo Ti, pesan Grab!” pintaku, panik.

“Kalian beneran gak ada yang mau antar aku?” aku memelas. Ketua P3RI, Hadad berkata, “Mobil Salman dua-duanya lagi dipakai.” Rasa kecewa sedikit menghampiriku.

Titi memesan kendaraan online. Kami berdua berjalan keluar sekre, dan ternyata diikuti oleh gerombolan penghuni sekre. Yakinlah, mereka hanya bercanda tidak mau mengantarku pulang. Hahaha, aku merasakan kemenangan.

Waktu berjalan, dan kini menunjukkan pukul 13.20. Aku menaiki mobil di bangku depan, dengan Iqbal, Rudy, Hafizhan, dan Zhafran di bangku belakang. Mobil yang dipesan Hafizhan datang lebih dulu dibanding mobil yang dipesan Titi, jadilah untuk mengejar waktu aku menaiki mobil yang dipesan Hafizhan.

“Nadhira, benar kan pesan travel hari ini?” tanya Hafizhan, mulai panik.

“Benar kok.”

“Bukan tanggal 31 Mei kan, Mbok?” Iqbal menambahkan.

“Bukan lah.”

“Benar kan jam setengah dua siang berangkatnya?” tanya Hafizhan lagi.

“Iyeee.”

“Kalau ketinggalan, bagaimana loh,” celetuk Zhafran.

“Nggak, gak akan kok,” aku begitu yakin.

Untung saja tempat travel yang akan kunaiki tidak jauh dari daerah ITB, hanya di daerah Cihampelas. Aku sampai pukul 13.28, memasuki ruang tunggu travel dan mengonfirmasi pesanan kepada petugas yang ada di sana. Aman, alhamdulillah, batinku.

Aku berjalan kembali keluar ruang tunggu travel, mendapati mobil yang ditumpangi Titi dan teman-temanku lainnya – Bayu, Fadhil, Bagus, Hanif dan sang ketua P3RI sendiri, Hadad, sudah tiba.

“Gimana Nad, gak telat, kan?” tanya Hafizhan, masih memastikan. “Aman, kok.”

Dua menit kemudian, datang tiga motor yang dikendarai teman-temanku, menghampiri tempatku berdiri. Ulya, Tami, Ata, Shofi, dan Pujas datang tepat waktu. Tak berselang lama, Titin juga sampai.

Bahagiaku membuncah. Terharu rasanya melihat teman-temanku datang untuk mengantarku pulang. Ulya, Titi, Titin, dan Ata memberikan makanan kecil sebagai hadiah untuk kepulanganku. Aku juga memberikan hadiah kepada mereka, yang sudah kuberi pagi hari sebelum kembali dari Salman.

Hmmm, jadi gini,” salah satu suara laki-laki berkata. Aku yang tengah berbincang dengan teman-teman perempuanku menoleh.

Suara Bayu. “Mbok, berdiri di situ Mbok!” seru Hanif, sambil menunjuk tempat di hadapan Bayu. Jadilah teman-temanku mengelilingiku, dan Bayu kembali bersuara.

“Jadi ini sekadar kenang-kenangan buat mengobati yang tadi malam...” buncahlah tawa semua orang yang ada di sekitarku.

“Jadi ini, kami para ahlus sekre ingin memberikan kenang-kenangan kepada Mbak yang di depan.”

Bayu menyodorkan sebuah kotak hitam – OH itu kotak yang dipakai untuk meminta donasi alias kotak infak, memintaku untuk membukanya, dan kudapati sebuah kotak terbungkus kertas koran di dalamnya. Aku mengambilnya, dan semua orang bersorak.

“Dibukanya harus di travel ya!” seru Hanif. Aku masih tertawa.

Hafizhan merekam menggunakan HP-ku, kemudian menghadapkan kamera HP kepadaku dan bertanya, “Apa sepatah dua patah kata untuk ahlus sekre?”

Aku masih tidak bisa berhenti tertawa dan sedikit tidak percaya. Para ahlus sekre, alias bocah-bocah yang hobi meledekku dan klub kesayanganku, memberikan hadiah kepadaku.

“Untuk para ahlus sekre, terima kasih atas kenang-kenangannya. Pesanku satu, menang atau kalah, aku tetap cinta Arsenal!” seruku mantap.

Kemudian aku teringat sesuatu. Aku mengambil makanan kecil yang kusimpan di dalam bungkus berisi oleh-oleh titipan orang tua, kembali menghampiri Bayu, dan memberikannya. Sebungkus Hello Panda dan satu saset Enervon-C. Tinggal sang super korlap yang belum sempat kuberikan hadiah.

Sebagai simbolis penukaran hadiah, aku berfoto bersama Bayu, dengan saset Enervon-C di tangannya dan kotak hitam berlogo Rumah Amal Salman di belakang, yang dipegang oleh Hanif. Tak lupa, aku berfoto bersama teman-temanku yang mengantarku, minus Shofi yang memotret dan memang tidak ingin difoto.


“Nadhira kan dokum, ayo Nad fotoin kita. Nanti yang dikirim ke grup foto yang gak ada kamunya ya!” masih kurang ajar mereka ternyata.

Aku memotret mereka semua, berpamitan untuk yang terakhir kalinya, memeluk teman-temanku yang perempuan, dan masuk ke dalam ruang tunggu travel. Satu persatu, teman-temanku pulang untuk kembali bertugas di Masjid Salman. Dan tepat pukul 13.50, mobil travel berangkat dari Cihampelas.

***

Aku menatap kotak yang diberikan para ahlus sekre. Sebuah sticky notes tertempel di atasnya, bertuliskan: Semoga selamat sampai tujuan. Sekadar kenang-kenangan dari kami para penghuni tetap. Hehe. Dari para ahlus sekre.

Perlahan, kurobek kertas koran yang menutupi kotak tersebut. Sebuah kotak Beng-Beng ternyata. Aku membuka kotak Beng-Beng tersebut, dan ternyata berisi minuman Fruit Tea, air mineral gelas, dan kue basah, yang kutahu, semua makanan, minuman, bahkan kotak tersebut merupakan barang-barang yang terdapat di dalam sekre yang merupakan donasi dan selalu dibagikan kepada panitia saat berbuka, alias makanan gratis. Dasar tidak modal.

Yang menarik perhatianku bukan makanan ataupun minumannya. Di dalam kotak Beng-Beng tersebut terdapat banyak sekali sticky notes yang berserakan. Aku mengambil satu-persatu kertas-kertas tersebut, kemudian membacanya.

Aku mengernyitkan dahi dan tertawa dalam hati.

4esena1
Eh ini 4-1 ya?
Semoga yang disemogakan untuk 4rsena1 dapat disegerakan
I love Chelsea...
Fii 4maan1llah Nadhira
Semangat N4dh1ra! :)
Dadah Mbok Dhir! Walaupun 4rsena1 kalah, kamu tetap pemenangnya kok
Kamu spesial kayak 4rsena1

Hampir semua tulisan mengandung unsur 4-1. Memang kurang ajar sekali teman-temanku ini. Tapi yang lebih lucu adalah tulisan-tulisan ini:

Sampai jumpa lagi di 1 4 4-1
Sampai bertemu di 14 4-1 H.
P3RI 144-1 H. menunggumu tahun depan

Aku tersenyum membacanya. Siapa sangka, kekalahan klub yang sudah kudukung hampir sembilan tahun ini malah membuat sebuah kenangan yang tidak terlupakan di Bulan Ramadan.

Aku menaruh kembali kertas-kertas yang sudah kususun rapi ke dalam kotak, menutupnya, sembari mengaminkan, semoga aku dan teman-temanku kembali bertemu pada Ramadan 1441 H. tahun depan.


You May Also Like

0 comments