4-1 di 40 (bagian 2)
25 Ramadan
1440 H, 30 Mei 2019. Hari ini aku pulang ke Serang! Jam 7 pagi, aku berangkat
dari Masjid Salman, kembali menuju tempat kosku. Aku merapikan barang-barang
yang akan dibawa pulang, menaruh laundry, menyapu dan mengepel kamar,
serta membersihkan kamar mandi. Tepat sebelum dzuhur, aku sudah siap.
Aku pulang
menggunakan travel, dan travel-ku berangkat jam 13.30 siang. Usai sholat, aku
keluar kamar, mengunci pintu kamar dan utama, dan bersiap kembali ke... Masjid
Salman. Ada urusan yang harus kuselesaikan, alias memindahkan foto-foto
dokumentasi ke Salsa, anggota divisi dokumentasi yang bertugas menghimpun
foto-foto kegiatan Ramadan. Kameraku juga masih kutinggal di sekre.
Aku datang
ke gedung sekretariat P3RI, mengenakan seragam ketiga Arsenal musim 2018/2019,
dan mendapati teman-temanku di dalamnya. Aku sudah berjanji pada diri sendiri,
menang atau kalah, aku akan tetap menggunakan baju Arsenal saat pulang.
“Udah kalah
masih saja dipakai bajunya, dasar si Mbok,” celetuk seseorang. Suara medhok
yang sangat khas, siapa lagi kalau bukan Iqbal.
Jawabanku
hanya satu. “Bacot.”
Ada satu
kegiatan (budaya P3RI lebih tepatnya) yang kusuka menjelang kepulangan
seseorang. Berbondong-bondong panitia P3RI akan mengantar temannya yang hendak
pulang. Kalau teman tersebut pulang menggunakan kereta, diantar ke stasiun. Bila
teman tersebut pulang menaiki pesawat, diantar sampai bandara. Bahkan jika
teman tersebut pulang mengendarai motor (alias orang sekitar Bandung dan Jawa
Barat), dilepas bersama di tempat parkir. Kisah-kisah pengantar kepulangan lebih
baik kuceritakan lain kali.
Dalam
hati, aku berharap akan ada cukup banyak orang yang mengantarku pulang (hehe).
Aku menelepon Ulya, Titi, Titin, Tami, dan Ata agar tidak tertidur supaya hadir
mengantarku pulang.
“Mbok,
travel-mu berangkat jam berapa?” tanya seseorang – Hanif. “Jam setengah dua,”
jawabku.
“Mbok gak
usah dianterin ya, pamitan di sini aja,” seru Iqbal, sambil mengangkat
HP-nya, bersiap untuk wefie. Yap, salah satu dari kegiatan mengantar
kepulangan adalah foto bersama dengan orang yang akan pulang.
“Dadah
Nadhira, hati-hati di jalan ya, semoga Arsenal kapan-kapan menang.” Teman-temanku
berkata seolah berpamitan denganku. Aku mendengus kesal.
Titi, yang
sedari tadi menemaniku mengingatkanku untuk berangkat, karena waktu sudah menunjukkan
pukul 13.12. “Ayo Ti, pesan Grab!” pintaku, panik.
“Kalian
beneran gak ada yang mau antar aku?” aku memelas. Ketua P3RI, Hadad berkata, “Mobil
Salman dua-duanya lagi dipakai.” Rasa kecewa sedikit menghampiriku.
Titi
memesan kendaraan online. Kami berdua berjalan keluar sekre, dan
ternyata diikuti oleh gerombolan penghuni sekre. Yakinlah, mereka hanya
bercanda tidak mau mengantarku pulang. Hahaha, aku merasakan kemenangan.
Waktu
berjalan, dan kini menunjukkan pukul 13.20. Aku menaiki mobil di bangku depan,
dengan Iqbal, Rudy, Hafizhan, dan Zhafran di bangku belakang. Mobil yang
dipesan Hafizhan datang lebih dulu dibanding mobil yang dipesan Titi, jadilah untuk
mengejar waktu aku menaiki mobil yang dipesan Hafizhan.
“Nadhira,
benar kan pesan travel hari ini?” tanya Hafizhan, mulai panik.
“Benar kok.”
“Bukan
tanggal 31 Mei kan, Mbok?” Iqbal menambahkan.
“Bukan
lah.”
“Benar kan
jam setengah dua siang berangkatnya?” tanya Hafizhan lagi.
“Iyeee.”
“Kalau
ketinggalan, bagaimana loh,” celetuk Zhafran.
“Nggak,
gak akan kok,” aku begitu yakin.
Untung
saja tempat travel yang akan kunaiki tidak jauh dari daerah ITB, hanya di
daerah Cihampelas. Aku sampai pukul 13.28, memasuki ruang tunggu travel dan
mengonfirmasi pesanan kepada petugas yang ada di sana. Aman, alhamdulillah,
batinku.
Aku berjalan
kembali keluar ruang tunggu travel, mendapati mobil yang ditumpangi Titi dan teman-temanku
lainnya – Bayu, Fadhil, Bagus, Hanif dan sang ketua P3RI sendiri, Hadad, sudah
tiba.
“Gimana Nad, gak telat, kan?” tanya Hafizhan, masih memastikan. “Aman, kok.”
Dua menit
kemudian, datang tiga motor yang dikendarai teman-temanku, menghampiri tempatku
berdiri. Ulya, Tami, Ata, Shofi, dan Pujas datang tepat waktu. Tak berselang lama,
Titin juga sampai.
Bahagiaku
membuncah. Terharu rasanya melihat teman-temanku datang untuk mengantarku
pulang. Ulya, Titi, Titin, dan Ata memberikan makanan kecil sebagai hadiah untuk
kepulanganku. Aku juga memberikan hadiah kepada mereka, yang sudah kuberi pagi
hari sebelum kembali dari Salman.
“Hmmm, jadi
gini,” salah satu suara laki-laki berkata. Aku yang tengah berbincang dengan
teman-teman perempuanku menoleh.
Suara Bayu.
“Mbok, berdiri di situ Mbok!” seru Hanif, sambil menunjuk tempat di hadapan
Bayu. Jadilah teman-temanku mengelilingiku, dan Bayu kembali bersuara.
“Jadi ini
sekadar kenang-kenangan buat mengobati yang tadi malam...”
buncahlah tawa semua orang yang ada di sekitarku.
“Jadi ini,
kami para ahlus sekre ingin memberikan kenang-kenangan kepada Mbak yang
di depan.”
Bayu menyodorkan
sebuah kotak hitam – OH itu kotak yang dipakai untuk meminta
donasi alias kotak infak, memintaku untuk membukanya, dan kudapati sebuah kotak
terbungkus kertas koran di dalamnya. Aku mengambilnya, dan semua orang bersorak.
“Dibukanya
harus di travel ya!” seru Hanif. Aku masih tertawa.
Hafizhan
merekam menggunakan HP-ku, kemudian menghadapkan kamera HP kepadaku dan bertanya,
“Apa sepatah dua patah kata untuk ahlus sekre?”
Aku masih
tidak bisa berhenti tertawa dan sedikit tidak percaya. Para ahlus sekre,
alias bocah-bocah yang hobi meledekku dan klub kesayanganku, memberikan hadiah
kepadaku.
“Untuk
para ahlus sekre, terima kasih atas kenang-kenangannya. Pesanku satu,
menang atau kalah, aku tetap cinta Arsenal!” seruku mantap.
Kemudian
aku teringat sesuatu. Aku mengambil makanan kecil yang kusimpan di dalam bungkus
berisi oleh-oleh titipan orang tua, kembali menghampiri Bayu, dan
memberikannya. Sebungkus Hello Panda dan satu saset Enervon-C. Tinggal sang
super korlap yang belum sempat kuberikan hadiah.
Sebagai
simbolis penukaran hadiah, aku berfoto bersama Bayu, dengan saset Enervon-C di
tangannya dan kotak hitam berlogo Rumah Amal Salman di belakang, yang dipegang
oleh Hanif. Tak lupa, aku berfoto bersama teman-temanku yang mengantarku, minus
Shofi yang memotret dan memang tidak ingin difoto.
“Nadhira kan dokum, ayo Nad fotoin kita. Nanti yang dikirim ke grup foto yang gak ada kamunya ya!” masih kurang ajar mereka ternyata.
Aku
memotret mereka semua, berpamitan untuk yang terakhir kalinya, memeluk
teman-temanku yang perempuan, dan masuk ke dalam ruang tunggu travel. Satu
persatu, teman-temanku pulang untuk kembali bertugas di Masjid Salman. Dan
tepat pukul 13.50, mobil travel berangkat dari Cihampelas.
***
Aku
menatap kotak yang diberikan para ahlus sekre. Sebuah sticky notes tertempel
di atasnya, bertuliskan: Semoga selamat sampai tujuan. Sekadar
kenang-kenangan dari kami para penghuni tetap. Hehe. Dari para ahlus sekre.
Perlahan,
kurobek kertas koran yang menutupi kotak tersebut. Sebuah kotak Beng-Beng ternyata.
Aku membuka kotak Beng-Beng tersebut, dan ternyata berisi minuman Fruit Tea,
air mineral gelas, dan kue basah, yang kutahu, semua makanan, minuman, bahkan
kotak tersebut merupakan barang-barang yang terdapat di dalam sekre yang merupakan
donasi dan selalu dibagikan kepada panitia saat berbuka, alias makanan gratis. Dasar
tidak modal.
Yang menarik
perhatianku bukan makanan ataupun minumannya. Di dalam kotak Beng-Beng tersebut
terdapat banyak sekali sticky notes yang berserakan. Aku mengambil satu-persatu
kertas-kertas tersebut, kemudian membacanya.
Aku mengernyitkan
dahi dan tertawa dalam hati.
4esena1
Eh ini
4-1 ya?
Semoga
yang disemogakan untuk 4rsena1 dapat disegerakan
I love
Chelsea...
Fii 4maan1llah
Nadhira
Semangat
N4dh1ra! :)
Dadah
Mbok Dhir! Walaupun 4rsena1 kalah, kamu tetap pemenangnya kok
Kamu
spesial kayak 4rsena1
Hampir
semua tulisan mengandung unsur 4-1. Memang kurang ajar sekali teman-temanku
ini. Tapi yang lebih lucu adalah tulisan-tulisan ini:
Sampai
jumpa lagi di 1 4 4-1
Sampai bertemu
di 14 4-1 H.
P3RI 144-1
H. menunggumu tahun depan
Aku
tersenyum membacanya. Siapa sangka, kekalahan klub yang sudah kudukung hampir sembilan
tahun ini malah membuat sebuah kenangan yang tidak terlupakan di Bulan Ramadan.
Aku
menaruh kembali kertas-kertas yang sudah kususun rapi ke dalam kotak,
menutupnya, sembari mengaminkan, semoga aku dan teman-temanku kembali bertemu pada
Ramadan 1441 H. tahun depan.
0 comments