#SalamRamadan – Day 8
MENCOBA MENDEKAT
Suatu
ketika, seseorang terjebak di antara barisan perempuan bergaun putih, dengan
wajah yang memancarkan cahaya. Indah nian rupa para wanita tersebut. Dengan
senyum yang selalu menghiasi wajah mereka, para wanita tersebut bersiap
memasuki sebuah gerbang yang dijaga oleh makhluk yang tak kalah indahnya.
Seseorang
tersebut tertegun. Siapakah mereka? batinnya.
Mengapa
aku berada di barisan ini?
Seseorang
tersebut berdiri di barisan paling belakang. Walau begitu, ia bisa mendengar
percakapan yang terjadi di depan gerbang yang berada cukup jauh darinya.
“Apa
pertanggungjawabanmu terhadap Alquran?” tanya sang penjaga gerbang.
Seorang
wanita yang berdiri tepat di hadapan sang penjaga tersebut, menjawab dengan
tenang, “Saya hafal 30 juz Alquran dengan mutqin.”
“Kalau
begitu, masuklah.”
Wanita
tersebut kemudian memasuki gerbang yang di dalamnya terhampar taman yang
keindahannya tidak dapat disamakan dengan apapun di muka bumi ini.
Kemudian
wanita selanjutnya, terus ke belakang, diperkenankan memasuki gerbang tersebut.
Makin belakang barisannya, semakin sedikit hafalan Alquran yang mereka punya.
Kini,
tibalah seseorang tersebut berhadapan dengan sang penjaga gerbang. Ia takut,
gugup. Keringat dingin membasahi tubuhnya.
“Apa
pertanggungjawabanmu terhadap Alquran?”
Seseorang tersebut tidak mampu berkata-kata. Mulutnya seolah terkunci. Tak mampu ia menjawab pertanyaan dari sang penjaga gerbang. Ia tahu, ia tidak pernah menghafal Alquran. Membacanya saja masih terbilang jarang. Lantas, mengapa ia berada di barisan para penjaga kitabullah tersebut?
***
Merinding
aku mendengar kisah yang dituturkan Teh Tiwi, salah satu temanku di PPA. Ia
menjelaskan bahwa selama seminggu ia mengalami mimpi seperti itu. Berada di
antara barisan penghafal Alquran, sedang ia belum pernah mencoba menghafalnya.
“Jujur,
dulu aku pernah meremehkan orang-orang yang menghafal Alquran. Buat apa sih,
mereka menghafalkan Alquran? Membacanya saja sudah mendapat pahala, kan?
Capek capek banget buat ngafalin semuanya,” jelas Teh Tiwi.
Namun,
semua itu berubah setelah Allah Yang Maha Cinta memberikannya hidayah lewat
mimpi tersebut. “Sampai akhirnya, Allah menegurku. Allah menegurku lewat mimpi
yang setiap kali aku bangun, aku pasti keringat dingin. Akhirnya aku sadar,
bahwa keutamaan menghafal Alquran itu sangat besar. Bisa menjadi salah satu
cara agar kita bisa cepat masuk surga.”
Suasana halaqah
pada waktu menjelang dzhuhur tersebut seketika menjadi hening. Para peserta PPA
kalut dalam pikirannya masing-masing. Begitu pula aku. Halaqah kali ini
membahas tentang motivasi para peserta dalam mengikuti program PPA ini dan
berbagi cerita dalam menghafalkan Alquran.
Banyak
cerita yang kudapatkan dari teman-teman baruku. Ada yang menjelaskan bagaimana
perjuangan berdarah-darah–sampai begadang dalam menghafal Alquran, hingga
keinginan untuk mencoba lebih dekat dengan surat cintaNya dari hasutan si
dunia itu. Ada yang menimbulkan gelak tawa, ada juga yang menjadi bahan
renungan bersama.
Ketika Almyra
dan Dhina berkata bahwa mereka agak menyesal bersekolah di Insan Cendekia yang pelajaran
Tahfizh-nya tidak berjalan dan menyebabkan ziyadah mereka sedikit
terganggu, aku justru merasa bersyukur. Ya, aku menemukan motivasi menghafalku
di sini. Melihat teman-teman yang sudah banyak hafalannya, membuatku semakin
bersemangat memanjakan diriku dengan ayat-ayat suciNya.
Kalau
boleh jujur, aku baru mulai rajin murojaah ya di Insan Cendekia. Semasa
SMP, aku baru memurojaah hafalan baruku bila guru mengajiku akan tiba di
rumah. Itu pun harus hompimpa dahulu dengan adikku, Nada, siapa yang
akan mengaji duluan. Setelah kupikir-pikir, kacau juga diriku saat itu.
Kembali
kepada halaqah yang sedang kuikuti. Bunga, temanku yang baru saja akan
naik ke kelas XI, telah menyelesaikan 30 juz hafalannya. Ia menuturkan bahwa murojaah
jauh lebih sulit daripada menghafalnya. Aku pun berpikir. Menghafal Alquran
saja sudah cukup sulit, bagaimana murojaah-nya ya? Tapi, sesulit apapun
menghafal dan murojaah, lebih sulit lagi mengamalkan apa yang telah kita
baca dan hafalkan. Karena menjadi seorang penjaga Alquran itu bukan hanya
seberapa banyak ayat yang kau hafal, melainkan seberapa banyak kebaikan yang
bisa kau lakukan dengan Alquran tersebut.
Namun,
jangan hanya karena itu, kita menyerah dalam menghafal Alquran. Menghafal
Alquran, ungkap Jihan, merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada
Yang Maha Kuasa. Karena semakin banyak kau membaca ayat-ayat cintaNya, semakin
jatuh pula kau mencintai penulisnya. Insyaallah.
Kata
Jihan, “Kalau ada jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah yang terbuka,
mengapa tak kita coba menempuhnya? Siapa tahu Allah ridho.”
0 comments