­

Satu Minggu Penuh Syahdu

by - December 31, 2015

Rencana liburan, yang awalnya jalan-jalan di suatu kota di pulau Sumatera, seketika berubah setelah aku mengirim sebuah brosur pada Bunda, lewat Facebook sesaat setelah UAS Matematika.

Pada akhirnya, satu minggu nyantri di Bogor menjadi pilihanku, yang juga diikuti oleh adik pertamaku.

Tahfizh Alquran Academy, adalah sebuah program seperti Super Manzil, yaitu program percepatan tahfizh. Dikarantina di Kaki Gunung Bungalow, di sinilah aku menghabiskan 1 minggu liburanku.

Aku sampai di lokasi pukul setengah 12. Aku melihat sekeliling, rupanya sudah banyak yang datang. Aku berjalan ke tempat seperti restoran, hendak mengambil minum, hingga tiba-tiba...

"Nadhira!" Suara khas seseorang memanggilku. Sepersepuluh detik aku terheran.

"Eh, Pak Away. Assalamu'alaikum Pak."

Allahu akbar. Dunia ini memang sempit.

Pak Away mengatakan bahwa anaknya yang pertama, kelas 9 SMP, akan mengikuti acara ini. "Dia mau sendiri. Banyak temen juga katanya," ujar Pak Away.

Setelah sholat Dzuhur dan makan siang, semua peserta diarahkan ke aula. Di sana, kami dikumpulkan menurut musyrif dan musyrifahnya.

Aku baru sadar, kelompok-kelompok yang terbentuk disesuaikan dengan umurnya. Ada yang masih kelas 2 SD, ada juga kelompok ibu-ibu.

"Nadhira!"

Lagi-lagi ada yang memanggil namaku, ketika aku hendak berkumpul dengan musyrifahku. "Ya ampun Salsa!" jeritku.

Aku mengagungkan namaNya kembali. Allahu akbar. Aku bertemu teman SD-ku.

Aku berkumpul bersama kelompokku, dengan musyrifah Teh Ayu. Ia masih kuliah, berusia sekitar 20 tahun. Wajahnya mengingatkanku pada sosok Oki Setiana Dewi. Teman-teman kelompokku ada Hawwin, Salsa, Nida, Kamil, Fela, dan Kak Ika. Hawwin dan Salsa sama denganku, kelas XI. Nida, Kamil, dan Fela satu tingkat di atasku. Sedangkan Kak Ika, sudah memasuki semester 5 jurusan Biologi di sebuah universitas di Banjarmasin.

Setelah cukup saling memperkenalkan diri, kami digiring ke kamar. Aku mendapat kamar Tanjung 5A. Namun, entah atas dasar apa aku dan beberapa temanku dipindah ke Tanjung 3.

Tanjung 3 terletak di paling ujung dari kawasan vila. Mempunyai 10 kasur dan kamar mandi yang... sulit untuk dijelaskan. Ada 3, dan terpapar dengan udara terbuka. Kamar mandinya hanya berukuran (sepertinya) 1,5 m x 1 m. Berukuran 1/2 kali lipat dari kamar mandi Tanjung 5A. Ya sudahlah, ini yang terbaik.

Acara setelah sholat Asar hanya berkumpul bersama musyrifah dan membahas metode-metode yang bisa digunakan untuk menghafal.

Aktivitas menghafal + setoran dimulai setelah sholat Isya, hingga jam 9. Aku memulainya dengan menghafal surah Adz-Dzariyat, yang bilamana sudah selesai aku lanjut ke surah Al-Baqarah. Malam pertama di TAA, aku masih belum bisa menemukan kenyamanan dalam menghafal. Tapi bismillah, insyaallah esok hari lebih baik.

Sebelum memasuki alam mimpi, anak-anak kamar Tanjung 3 saling berkenalan. Dimulai dari kasur yang paling pinggir dekat pintu, ada Qonita (kelas 5), Salsa, Khansa besar (kelas 6), Callista (kelas 6), Ayesha (kelas 5), Nida, Khansa kecil (kelas 2), Nada (adikku, kelas 9), Nadhira, dan Hawwin. Setelah ditelusuri lebih lanjut, kami semua mempunyai hobi yang sama: makan. Hehehe.

Aktivitas yang kami jalani setiap harinya hampir sama. Berikut rinciannya:
1. 04:30 - 05:30 = Qiyamul lail, sholat Subuh, dan kultum
2. 05:30 - 06:30 = Tahfizh 1
3. 06.30 - 08:30 = Mandi, sarapan, merapikan kamar
4. 08:30 - 09:30 = Tahfizh 2
5. 09:30 - 10:30 = Istirahat
6. 10:30 - 11:30 = Tahfizh 3
7. 11:30 - 14:00 = Sholat Dzuhur, makan siang, dan tidur siang
8. 14:00 - 15:00 = Tahfizh 4
9. 15:00 - 16:00 = Sholat Asar dan kultum
10. 16:00 - 17:15 = Outdoor activity / istirahat
11. 17:15 - 18:00 = Mandi dan persiapan sholat Maghrib
12. 18:00 - 20:00 = Sholat Maghrib, makan malam, sholat Isya, kultum
13. 20:00 - 21:00 = Tahfizh 5
14. 21:00 = Tidur

Menurutku tidak terlalu padat. Malah, bila tidak ada outdoor activity di sore hari, aku dan teman-teman sekamar ngebolang ria ke tempat outbond yang ada di bawah.

Selama acara berlangsung, handphone dititipkan kepada musyrifah. Tapi, 2 hari sekali boleh diambil waktu malam untuk menelepon orang tua.

Tempat aku menghafal selalu berubah, dengan dalih mencari suasana baru. Kadang di dalam aula, di beranda aula, di saung, di depan kamar, bahkan tanah lapang menghadap ke sebuah kolam besar. Di tempat itulah aku melihat peserta-peserta TAA yang masih kecil bermain.

Peserta-peserta yang masih kecil tersebut hobi mencari belalang, yang lama-kelamaan kami sebut bolang: bocah belalang. Jika waktu tahfizh tiba, aku melihat mereka hafalan (talaqqi) dan setoran hanya setengah jam, sisanya bermain. Bikin iri saja.

Peserta kelas 2 SD kebanyakan perempuan. Ada Hana, Khansa, si kembar Sasya dan Rara, Azkia, Pelangi, dan Haya. Sedangkan peserta laki-lakinya yang kutahu hanya Irsya dan Iskandar. Mereka semua lucu juga imut. Rasanya ingin menculiknya dan membawanya ke rumah, hehe.

Teman-teman di sini masyaallah alimnya. Banyak diantara mereka yang sudah mengenakan khimar panjang dan gamis. Bikin iri juga, nih. Tapi mereka ramah dan supel.

Terkadang, kultum merupakan bagian setelah sholat yang bikin mengantuk. Tapi tidak dengan kultum Ustad Purwanto. Beliau merupakan suami dari event organizer acara ini, sekaligus ayah dari salah satu peserta.

Ustad Purwanto bercerita bahwa ia adalah seorang muallaf, yang lahir beragama Katolik. Sejak kelas 4 SD, beliau mulai ragu dengan kelogisan agamanya. Akhirnya, ia belajar semua agama, dimulai dari kitab sucinya, hingga pemuka agamanya. Ustad Purwanto berujar bahwa ia mempelajari Islam karena terpaksa, setelah hasil yang ia dapatkan setelah mempelajari banyak agama tetap tak bisa memuaskan hatinya.

Namun takdir Allah berkata lain. Ustad Purwanto jatuh cinta pada Islam. Sebelum masuk Islam, ia sudah menpelajari 4 kitab termahsyur yang bahkan aku saja belum membacanya. Sebut saja Tafsir Ibnu Katsir, dan 3 kitab lain yang aku lupa, hehe. Akhirnya, awal kelas 2 SMA, Ustad Purwanto megucap syahadat.

Kekagumanku pada Ustad Purwanto tidak berhenti di situ. Beliau juga sangat cerdas. Beliau menceritakan keajaiban ayat-ayat Alquran yang akan membuat siapapun yang mendengarnya terhenyak dan berkata, "Masyaallah, ternyata begitu ya." Sampai-sampai Nida berceletuk, "Kalau Ustad Purwanto ngasih materi 5 jam pun aku setia dengerin kok," yang aku pun menyetujuinya.

Seringkali, saat pagi hari, aku, Nida, Hawwin, dan Kak Ika keasyikan ngobrol dan berdiskusi dengan Teh Ayu, musyrifahku. Kami berdiskusi banyak hal. Dari mulai cerita pesantrennya Teh Ayu, kehidupan mengajar anak TK-nya Kak Ika, tentang jin dan qorin, bahkan cerita dunia persantetan di Jawa. Dan tanpa sadar waktu sudah menunjukkan pulul 07:15.

Outdoor activity yang paling menyenangkan adalah saat melempar balon berisi air. Aku sampai dibuat basah karenanya. Aku, Nada, Ayesha, Khansa besar tak segan untuk menyiram pemandu acara outdoor activity, Pak Sugeng. Tentu saja setelah itu kami meminta maaf. Para musyrifah yang melihat kejadian tersebut ikut tertawa dan malah meminta foto bersama Pak Sugeng.

Para musyrifah di sini, walaupun khimar panjang dan gamis menyelimuti tubuhnya, dan kesan pertamanya adalah alim banget, mereka sangat friendly. Tak jarang kami bercanda dan membuat tawa dengan para musyrifah. Kami berfoto ria dengan musyrifah, terlebih rata-rata umur musyrifahnya masih anak kuliahan.


Kalaulah cerita ini kuteruskan panjang kali lebar lagi, aku yakin bisa menghabiskan 20 halaman kertas A4 dengan margin seluruhnya 3 cm dan spasi 1,5. Yang pasti, aku bersyukur mengikuti acara TAA. Berkhalwat dengan Alquran, mendengar materi yang dapat membangkitkan iman, juga memperbanyak teman.

Kalau ada acara TAA lagi Ramadhan nanti, tunggu aku di sana, ya!

You May Also Like

0 comments