­

Nadhira dan Cinta Pertama: Surat untuk Masa Depan

by - December 18, 2018


Sebuah kardus kubawa berjalan menyusuri teras masjid hijau SDIT Al-Izzah sekolahku, menuju samping masjid tempat berkumpulnya siswa kelas enam. Terinspirasi dari beberapa cerita fiksi yang pernah kubaca, aku dan beberapa temanku berniat membuat sebuah kapsul waktu untuk dibuka 10 tahun kemudian.

Hari itu, usai mendapatkan hasil Ujian Nasional 2011 dan pengumuman kelulusan, aku, Hamidah, Ani, Alma, dan Callista berkumpul memasukkan barang-barang yang akan kami buka Mei 2021 nanti. Callista menaruh sebuah novel, sedangkan Alma menaruh surat dengan cap bibirnya. Aku sendiri lupa barang apa yang kusimpan. Yang pasti, aku hanya ingat satu. 

Aku menulis surat untuk Nadhira 10 tahun yang akan datang, dengan pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya dapat dijawab ketika kubuka surat itu kembali.

***

Dari semua pertanyaan yang kutulis, hingga tulisan ini selesai dibuat, aku hanya ingat dua pertanyaan.
Untuk Nadhira 10 tahun ke depan,
1. Apakah sekolah SMA-mu di MAN Insan Cendekia Serpong?
2. Berapa gelar Arsenal yang berhasil didapat selama 10 tahun sejak aku menulis surat ini?

Pertanyaannya cukup menggelitik. Yang pertama, ternyata seorang Nadhira sudah ingin masuk MAN IC Serpong sedari SD.

Halo Nadhira yang baru saja akan lulus SD, untuk jawaban pertamamu, alhamdulillah, iya. Aku menghabiskan masa SMA-ku di MAN Insan Cendekia Serpong, terkurung dalam penjara suci, namun mendapatkan berjuta kenangan dan pelajaran disana.

Mungkin ada yang penasaran, mengapa aku mencantumkan Insan Cendekia dalam suratku. Aku tak akan menceritakan lebih jauh mengenai itu, karena mungkin akan menghabiskan satu cerita sendiri, hehe.

Pertanyaan kedua. Aku tersenyum. Mungkin baru 7 tahun sejak surat itu ditulis, namun, izinkan aku menjawabnya.

Hai Nadhira tahun 2011, aku tahu, saat itu sudah hampir 6 tahun Arsenal puasa gelar. Kamu yang baru menyukai The Gunners tak lama sebelumnya mungkin bersikap tak acuh. Masa bodo mendapat gelar atau tidak, yang penting Arsenal aku cinta. Mungkin kamu tak sepenuhnya salah, namun setelah 6 tahun tanpa gelar, masih ada beberapa tahun lagi Arsenal melanjutkan puasa gelarnya.

Aku masuk ke dunia sekolah menengah pertama, masih dalam satu yayasan dengan SD-ku dahulu, SMPIT Al-Izzah. Aku semakin rajin menonton Arsenal, bahkan rela bangun tengah malam hanya untuk menyaksikan pertandingan yang tercinta. Mulai masa ini, beberapa pertandingan mulai terekam dalam ingatanku. Salah satunya adalah pembantaian Arsenal 5-3 di kandang Chelsea dengan hattrick ciamik dari Robin van Persie, yang membuatku semakin jatuh hati pada striker Belanda tersebut. Namun masih, musim 2011/2012 berakhir tanpa tambahan trofi pada lemari klub.

Hai Nadhira. Musim 2011/2012 menjadi tahun ketujuh Arsenal tanpa gelar juara. Hmmm, sebetulnya ada sih satu gelar yang didapat, yaitu pencetak gol terbanyak Liga Inggris musim tersebut, sang kapten Robin van Persie. Tapi itu tak mungkin masuk hitungan gelar milik klub, kan? Lagipula, di akhir musim tersebut, ah sudahlah. Terlalu sakit hati untuk dibicarakan.

2012/2013 pun tak jauh berbeda. Van Persie kembali menjadi top scorer Liga Inggris. Namun bedanya... ia kini tak berseragam Arsenal, melainkan sang setan rival yang sama-sama berwarna merah. Ugh. Arsenal masih terhenti di babak 16 besar Liga Champions. Pun dengan klasemen akhir musim tersebut, masih harus kualifikasi untuk masuk menuju panggung Liga Champions musim depan, alias peringkat keempat.

Nadhira, lupakan sakit hati yang kau alami. Mari kita tatap musim 2013/2014 dengan semangat berapi-api! Jangan lewatkan #AHA-nya Podolski. Dan oh, jangan lupa. #OzilIsAGunner.

Bursa transfer pemain seringkali menjadi ajang pemberian harapan palsu bagi para fans Arsenal. Pernah dikaitkan dengan Karim Benzema, Gonzalo Higuain, bahkan Luis Suarez, tak ada yang terjadi pada bursa musim panas 2013/2014 tersebut. Yang mengejutkan, di detik-detik menjelang penutupan bursa transfer, beredar pemberitaan bahwa punggawa Real Madrid, Mesut Ozil, resmi digaet Arsenal dengan durasi kontrak lima tahun.

Hey Nadhira. Hari itu, Sabtu, 17 Mei 2014. Kau baru saja melewati hari panjang nan melelahkan, menentukan nasib mau dimana SMA-mu berlabuh. Hari itu, salah satu motivasimu mengerjakan soal tes masuk Insan Cendekia adalah final Piala FA 2014. Tim kesayanganmu berhasil masuk final Piala FA, maka kau pun semangat melahap soal-soal tes agar diterima di sekolah impianmu.

Arsenal akan bermain melawan Hull City di final Piala FA 2014, menjadi satu harapan mengakhiri puasa gelar selama, umm, sembilan tahun ternyata. Aku baru sampai rumah pada malam hari, dan melewatkan babak awal pertandingan yang dilangsungkan di Stadion Wembley tersebut. Tes masuk yang berdurasi dari jam 7 pagi hingga jam 5 sore rupanya membuatku letih. Di akhir babak kedua, aku tertidur, sedangkan skor masih menunjukkan 2-2.

Nadhira, kau tahu, hal yang pertama aku cari setelah bangun tidur dan sholat Subuh adalah hasil pertandingan semalam. Aku membuka HP-ku, mencari informasi siapakah yang berhasil mengangkat trofi Piala FA. Betapa senangnya diri ini ketika mengetahui gol Aaron Ramsey pada babak perpanjangan waktu berhasil mengakhiri 9 tahun puasa gelar Arsenal. Dan saat itu pun aku yakin, aku akan lolos dalam tes masuk Insan Cendekia. Thanks to Our Fans, begitu yang tertulis dalam banner parade perayaan juara Arsenal di jalanan London.

Selama tiga tahun setelahnya, aku cukup vakum menonton Arsenal. Bagaimana tidak, aku hidup dalam asrama, tidak ada TV, kalau pun mau menonton harus streaming. Aku sayang Arsenal, tapi aku lebih menyayangi kuotaku yang hanya sebesar 2 GB perbulannya. CSA pun tutup pukul 10 malam tiap harinya, jadilah aku mendapatkan hasil pertandingan liga dari situs berita online yang itupun jarang kubuka.

Hai Nadhira. Satu tahun setelah Arsenal juara Piala FA 2014, sang meriam kembali berjaya pada pergelaran tersebut. Menggilas Aston Villa 4-0, Arsenal berhasil mengukuhkan trofi Piala FA ke-12-nya. Aku, tentu saja tidak menontonnya. IC belum libur dan pertandingan berlangsung diatas pukul 10 malam. Jadilah aku membaca jalannya pertandingan lewat koran yang terbit dua hari setelahnya.

Fans Arsenal kembali merasa gregetan karena pada penghujung musim 2015/2016, Arsenal menjadi runner up Liga Inggris, terpaut 10 poin dari sang penguasa tahta, Leicester City. Berarti, tahun depan bisa optimis dapat gelar juara Liga Inggris pastinya.

Hai Nadhira. Sayang seribu sayang, musim 2016/2017 menjadi awal mula petaka bagi Arsenal. Sebelum pergantian tahun 2016, Arsenal merasakan dinginnya puncak klasemen. Namun, di akhir musim, posisi kelima lah yang pantas didapatkan skuat besutan Arsene Wenger tersebut. Itu artinya, pertama kali dalam hampir 20 tahun, Arsenal terdampar ke Liga Europa. Sedih memang. Apalagi melihat spanduk dan banner #WengerOut yang terpampang di stadion. Tapi jangan berkecil hati. Karena di tahun 2017 juga, Arsenal kembali menjadi kampiun Piala FA ke-13 kalinya, menjadi klub dengan jumlah gelar juara Piala FA terbanyak.

Rumor pengunduran diri Arsene Wenger dari kursi kepelatihan Arsenal kian memuncak. Para Gooners berpikir inilah momen yang tepat untuk The Professor melepaskan jabatannya. Dengan trofi Piala FA sebagai persembahan terakhirnya, Arsene Wenger akan dikenang klub sebagai legenda. Namun ternyata, Wenger memilih bertahan. Mungkin ia optimis meraih paling tidak trofi Liga Europa untuk yang pertama dan (mungkin) terakhir kalinya.

Nadhira, musim 2017/2018 tidak menjadi musim yang sukses untuk Arsenal. Aku kini berkuliah di SAPPK ITB, namun masih terkadang menonton Arsenal. Ya, manusia ini memiliki keterbatasan kuota untuk streaming pertandingan bola. Arsenal menyelesaikan musim dengan peringkat lebih rendah dibanding musim sebelumnya, yaitu peringkat 6. Lagi-lagi, Liga Europa lah yang menjadi tempat berlabuh The Gunners dalam kompetisi antarklub Eropa. 22 April 2018, Arsene Wenger mengumumkan pengunduran diri dari pelatih Arsenal, setelah 22 tahun lamanya menjadi juru taktik Arsenal. Tagar #MerciArsene bertebaran dimana-mana. Aku pun tak ketinggalan menggunakan tagar tersebut. Suasana timeline Instagramku menjadi mengharukan. Banyak pemain yang mengungkapkan rasa terima kasihnya pada pelatih asal Prancis tersebut. Tak hanya punggawa Arsenal, mantan punggawa Arsenal pun mengirimkan rasa terima kasih, termasuk ia, sang mantan terindah.

Saat itu sehari sebelum tenggat waktu pengumpulan makalah TTKI, sekaligus pengumpulan gambar layout untuk Tekpres Arsi. Aku mengerjakan makalah di kos temanku, Caca, sedangkan ia menyelesaikan layout kandang burungnya terlebih dahulu. Malam itu menjadi laga terakhir Arsene Wenger di Emirates Stadium. Aku mangkir dua setengah jam dari pengerjaan tugas, menumpang wi-fi kos milik Caca, dan menonton pertandingan yang berakhir dengan kemenangan 5-0 Arsenal atas Burnley. Perasaanku semakin bercampur aduk lantaran seusai pertandingan diadakan upacara perpisahan dengan sang juru taktik. Satu yang kuingat dari pidato perpisahan Wenger, “I would like to finish this with one sentence. I will miss you.

Hai Nadhira. Sepertinya aku terlalu banyak cerita ya. Intinya, tujuh tahun setelah kau menulis surat itu, dengan bangga kujawab, Arsenal berhasil mendapatkan 6 gelar. Tiga gelar Piala FA di tahun 2014, 2015, dan 2017, serta tiga gelar Community Shield di tahun yang sama dengan kemenangan Piala FA. Entahlah, apakah trofi Community Shield kau anggap prestisius dan masuk hitungan. Namun bagiku, hal tersebut menjadi bukti bahwa Arsenal masih layak diperhitungkan dalam perebutan gelar juara, terutama menjadi juara Liga Inggris. Walaupun target musim 2018/2019 ini masih top four, tapi siapa tahu, kedepannya, menjadi peraih poin tertinggi di kancah Premier League akan menjadi kenyataan.

Aku termenung. Masih dua setengah musim lagi untuk merampungkan jawaban dari surat tersebut. Namun dalam sepakbola, segala hal dapat terjadi dalam 90 menit pertandingan. Tetap optimis, dan jadilah suporter yang baik. Teruslah mendukung tim pujaan hati, dengan semangat dan nyanyian Unai Emery’s red and white army.

#WeAreTheArsenal

You May Also Like

0 comments