­

Jalan Bareng Himpunan (?)

by - December 15, 2017

Liburan sudah di ujung mata. Kalau bukan karena LMD (Latihan Mujahid Dakwah, Salman), aku ingin cepat-cepat pulang. Kangen masakan Bunda, kangen main-main sama Najla, dan kangen tethering sepuasnya (astaghfirullah).

Jadilah hari Kamis, 14 Desember kemarin, aku dan teman-teman sepermadrasahku melakukan rihlah melepas penatnya ujian ke suatu tempat di Lembang, The Lodge Maribaya. Memang tidak semuanya, karena beberapa masih ujian dan yang lainnya ada yang sudah pulang. Hanya aku, Alya, Mira, Almyra, Tita, Ihsan, dan Afif.

Kami memandangi hijaunya dataran Maribaya dan menaiki wahananya hingga menjelang siang. Kami kembali menuju kota menggunakan angkot (karena tidak menemukan transportasi online). Di tempat pemberhentian angkot, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju Trans Studio Mall untuk makan. Kalau bukan karena ditraktir, mana mungkin aku akan mengiyakan. TSM mahal, bro. Hehe.

Kebetulan sekali, 14 Desember merupakan hari lahir salah satu dari kami, yaitu Mira. Teman sekamarku semasa kelas 11 ini ingin membelikan makanan untuk keenam temannya. Gara-gara itu, Ihsan sampai membatalkan puasanya. Jadilah kami makan di Marugame Udon (yang harga satu porsinya lebih dari selembar uang berwarna biru) dan berjalan-jalan (baca: windows shopping) di sekitaran mall tersebut.

Bukan itu yang ingin aku ceritakan, sejujurnya. Berjalan bersama kawan Insan Cendekia, memang berbeda.

Sesaat setelah sampai di The Lodge Maribaya, kami baru menyadari bahwa tempat wisata belum dibuka. Bahkan tempat pembelian tiket pun masih tutup. Akhirnya, kami duduk di sebuah tempat makan, sambil menunggu.

“Yang belum makan silakan makan dulu, yang belum sholat dhuha silakan sholat dulu,” ujar Afif.

Saat jalan-jalan pun, teman-temanku masih memikirkan amalan sunnah. Sholat dhuha yang selalu dilaksanakan sebelum berangkat sekolah, seakan tidak mau ditinggalkan. Pun halnya dengan sholat wajib. Saat hendak turun dari angkot, melihat kami satu rombongan, sang supir menawarkan untuk mengantar kami ke tempat wisata lainnya. Namun karena waktu sudah menunjukkan pukul 12.30, maka kami memutuskan untuk menolaknya.

“Cari masjid dulu, ya,” kata Ihsan dan Afif. Kami mengiyakan.

Alhamdulillaah, baru berjalan sedikit, kami menemukan sebuah gang yang mengarah kepada suatu masjid. “Itu masjid!” pekikku kegirangan. Jadilah kami melaksanakan sholat dzuhur – sekaligus istirahat di masjid tersebut.

Tidak ingin ketinggalan waktu sholat ya, batinku.

Setelah makan udon hinga kenyang dan berjalan-jalan (walau tak beli apa-apa), tak terasa waktu maghrib hampir menghampiri. Kami memutuskan untuk berjalan menuju mushola yang terletak di lantai tiga, sembari menunggu waktu maghrib tiba.

Adzan berkumandang di dalam mushola. Sesaat setelah itu, sholat maghrib berjamaah langsung didirikan. Aku bersyukur, berkesempatan melaksanakan sholat berjamaah di sebuah mall, terlebih ketika sang imam membaca beberapa ayat dari awal surah Al-Kahfi. Ah iya, benar. Hari ini malam Jumat, sunnah membaca surah Al-Kahfi.

Bahkan sebelum pulang, Afif menyeletuk, “Pas udah nyampe kos dan asrama masing-masing, jangan lupa Al-Kahfi ya.”

Inilah yang kurindukan menjadi siswa Insan Cendekia. Tak pernah abstain dalam mengingatkan akan kebaikan, bahkan bersama-sama melakukannya. Tentu saja aku bersyukur saat ini aku berada di Rumah Sahabat Muda naungan Masjid Salman, sehingga saling mengingatkan akan kebaikan pun tidak hilang. Namun tetaplah, tiga tahun di Insan Cendekia (walau tidak pernah dididik ala pesantren), membuat kami banyak belajar, hingga agama sekalipun.

Selama di perjalanan, celotehan cerita tidak berhenti dari mulut kami. Kami bernostalgia atas apa yang pernah kami lakukan semasa di madrasah. Bahasa lain dari pengakuan dosa, hehe. Aku bercerita bahwa aku pernah membawa laptop saat kelas 10 dan mengunci kamar selagi aku dan teman sekamarku memainkannya. Belum lagi cerita ngumpet dari divisi kedisiplinan OSIS bila waktu sholat telah tiba, hingga kasus yang membuat dua orang dari kami terpaksa dikeluarkan dan lima lainnya harus libur lebih panjang (alias diskors).

Mira dan Ihsan, yang semasa kelas 11 menjadi MPS (pengawas) divisi kedisiplinan, membisu mendengar penuturan dari kami. Mungkin lebih tepatnya mereka kagt. Sebagai anak dengan catatan pelanggaran paling sedikit, tentulah hal itu menjadi sesuatu yang dapat membuat mereka geleng-geleng kepala.

“Ternyata dulu kalian sebandel ini, ya,” kekeh Mira.

“Itu mah biasa aja. Selama yang dilanggar bukan peraturan agama, sans aja lah,” kata Afif.

Ah, aku nyesel deh kurang brandal waktu di IC dulu,” celetukku.

Kami semua tertawa.

You May Also Like

0 comments