­

Mabok Marjan; Idul Adha Ketiga di Perantauan

by - August 30, 2017

Aku keluar dari asramaku pukul 6.15, lengkap dengan gamis marun dan pashmina cokelat susu. Mukena kubawa, sajadah kutenteng. Aku berjalan bersama beberapa temanku, menuju lapangan upacara MAN Insan Cendekia Serpong, untuk melaksanakan sholat Idul Adha.

Suara takbir tak pernah berhenti bergema. Semalam suntuk para siswa laki-laki bergantian mengumandangkan takbir, bergantian dengan yang menjaga sapi dan kambing. Anggota OSIS pun membantu menyiapkan mimbar dan mikrofon di lapangan upacara untuk pelaksanaan sholat Idul Adha 1437 H.

Aku menggelar sajadahku di barisan cukup depan. Lapangan upacara sudah dipenuhi siswa, guru, orang tua, bahkan warga sekitar. Tepat pukul 6.30, sholat Idul Adha dilaksanakan, dan dilanjutkan dengan khotbah Idul Adha.

“Sawwuu sufuufakum. Rapat dan luruskan shaf kalian, karena kesempurnaan sholat terletak pada lurusnya shaf,” ujar sang imam sebelum memulai sholat. Para jamaah, terutama para siswa bergegas merapatkan barisan. Shaf depan kosong, diisi. Ada jarak, dirapatkan. Tak ada barisan yang bolong. Biarlah sajadah tertinggal di shaf bagian belakang, yang penting berusaha menyempurnakan sholat.

Dan hal itulah yang paling kusuka dalam setiap pelaksanaan sholat Idul Adha, yang membuatku berpikir bahwa aku lebih menyukai sholat Idul Adha dibandingkan Idul Fitri.

Ini yang ketiga kalinya aku merasakan lebaran jauh dari rumah. Namun, suasana lebaran tetap terasa. Berkumpul bersama keluarga bernama teman dan angkatan, opor yang menjadi menu sarapan di kantin, hingga memakai baju kembar.

Bicara baju kembar, angkatanku (akhwat) kali ini sepakat menggunakan dress code berwarna marun. Sedangkan yang ikhwan gagah dengan koko biru dongkernya.

***

Jadilah setelah merapikan tempat pelaksanaan sholat menjadi waktu narsis. Foto kamar lah, foto kelas lah, foto bestie lah, hingga foto angkatan bersama. Hari itu, Axiora Vandernata Eternallic, memotret kenangan barisan merah-biru, di depan monumen Insan Cendekia.

Namun, euforia Idul Adha di Insan Cendekia lebih dari itu. Setelah bergamis dan berkoko ria, kami kembali mengenakan kaus – pakaian sehari-hari anak asrama. Bersiap untuk perjuangan tanpa lelah demi setusuk sate!

Seperti tahun-tahun sebelumnya, kelas XII bertugas mengolah daging qurban dan memasaknya menjadi sate untuk dibagikan kepada seluruh civitas yang tinggal di kompleks MAN Insan Cendekia Serpong. Jika setiap orang mendapat lima tusuk sate, sedangkan siswa Insan Cendekia (tiga angkatan) berjumlah 420 orang dan ada sekitar 120 guru dan pegawai yang tinggal dekat asrama, berarti 114 anggota Axiora harus membuat 2.700 tusuk sate!

Eksekusi penyembelihan dimulai pukul 8.00 pagi. Jam 9-an, anak Axiora yang sudah berjejer tak jauh dari tempat pengulitan dan pencacahan mulai bekerja. Ada yang mencuci daging, memisahkan tulang dan daging, memotong menjadi kecil, juga menusuk sate. Tak lupa juga beberapa anak ikhwan yang bertugas memindahkan daging berkilo-kilo dari tempat pencacahan ke tempat kami kerja. Walau ditemani teik matahari, semua kami lakukan dengan senang hati.

Aku kebagian tugas memisahkan daging dan tulang. Karena yang dipakai adalah daging kambing, maka memisahkannya membutuhkan waktu cukup lama. Berkali-kali tanganku terkena pisau, hingga aku tidak bisa membedakan mana darahku dan darah kambing.

Menjelang dzuhur, pekerjaan memisahkan daging dan tulang sudah selesai. Aku kembali ke asrama dan menyadari betapa bau kambingnya diriku.

Menjelang sore, beberapa anak ikhwan mulai membakar sate dan membuat bumbunya. Dipandu oleh saudara Afif Nur Setiawan, semua sate berhasil dibakar. Biar malamnya tinggal dihangatkan. Berterima kasih pula kepada Azfar Ahnaf dan kawan-kawan yang bersemangat membuat tempat bakaran sate.

***

Yang ditunggu-tunggu pun tiba. Setelah Isya, kami berkumpul di Gedung Serba Guna untuk memulai acara Bastian, Bakar Sate Tiga Angkatan. Sembari sate dihangatkan, kami disuguhi video-video buatan anak Axiora dua tahun ke belakang. Ada video opening beberapa acara OSIS, video kelas yang dilombakan dalam acara OSIS, hingga tugas cover lagu satu pelajaran tertentu.

Tiga angkatan Insan Cendekia, Axiora-Discaria-Elcasa tak kuasa menahan tawa melihat video-video tersebut. Sambil menikmati sate kambing beserta bumbu kacangnya (yang setelah dipikir ulang pasti terkontaminasi keringat anak ikhwan, ewh), juga sirup dingin penyegar suasana, kami berkumpul menurut kelas matrikulasi, sekaligus pengenalan kakak-adik absen.

Karena esoknya sekolah, pukul 21.30 acara pun selesai. Tinggalah anak Axiora yang tersisa di GSG. Kami merapikan GSG, menyapu dan menyingkirkan meja yang digunakan dalam acara, dan meninggalkan suatu masalah; Minumannya masih banyak!

Di luar GSG, kami berpesta. Bergelas-gelas sirup Marjan kami habiskan. Dari mulai dituang oleh sendok, hingga menciduk sendiri ke dalam kuali besar berisi sirup. Ditambah musik-musik Indonesia zaman nostalgia, membuat suasana semakin hangat.

Beberapa anak ikhwan menuangkan sirup ke dalam botol sirup, dan meminumnya seolah-olah sedang mabuk. Berjalan sambil oleng, kemudian berteriak sambil menyanyi, menjadikan GSG seperti sebuah tempat hiburan.

Aku pun tak ketinggalan. Bergelas-gelas sirup Marjan telah kuteguk, hingga kembung dibuatnya. Tak tanggung-tanggung, sirup Marjan pun kusimpan dalam botol sirup itu sendiri. Meminumnya, kemudian diisi kembali hingga penuh.

Jam 11 malam, kami kembali ke asrama. Aku membawa dua botol penuh sirup ke kamar, sebagai penyegar bila besok-besok ingin minuman manis (dan gratis).

Hingga keesokan harinya, hampir semua dari kami tepar dan tertidur di kelas, saking capeknya.

***

Quote of the day:
"Gue mungkin gak bisa motong, bawang, tapi gue bisa motong kambing!"
-Irma Nur Fadhilah

You May Also Like

0 comments