­

Unsent Letter - Untuk yang Terakhir Kalinya

by - November 11, 2023


Malam itu, di bawah langit-langit asrama dan kasur bertingkat, aku berbicara dengan seseorang. Bercanda dan bergurau, memimpikan sebuah skenario penuh romansa yang membuatku terkikik kecil. Tak boleh berisik, dua kawan kamar lain sudah terlelap.

“Lucu kali ya, kalau bisa jalan-jalan bareng, main bareng, di sebuah Taman Negeri Ajaib, aku sama doi, kamu sama dia,” begitu kata seseorang tersebut.

Mengingat kenangan itu, terkadang lucu juga. Bertahun-tahun setelahnya, jawaban itu muncul. Ia bisa, sedangkan aku tidak.

Ah, aku bukan ingin membicarakan hal tersebut. Sedikit nostalgia, tak masalah lah ya.

Melalui surat (yang tak beralamat) ini, izinkan aku menumpahkan perasaanku. Segalanya, yang mungkin pernah kupendam.

10 November 2023

Aku tidak tahu kapan pertama kali perasaan itu muncul. Rasanya sudah lamaaaa sekali. Kalau diingat-ingat, mungkin menjelang akhir semester 1 kelas X….. 9 tahun lalu yah ternyata.

Sempat mengira setelah kuliah, tidak pernah bertemu, aku bisa bersikap biasa saja kepadamu. Namun ternyata salah. Bahkan setelah dua tahun, aku masih grogi bila bicara denganmu. Agak alay memang.

Aku pernah berjanji dalam hati, kalau rasa yang mengganjal di hati ini bertahan hingga satu dekade, aku akan bilang langsung, gaada kompromi-kompromi. Gak peduli apapun jawabanmu, yang penting hati ini lega sudah menyampaikan apa yang  lama terpendam.
Ah, tapi Allah punya rencana yang jauh lebih baik.

Cepat atau lambat, aku tahu momen ini akan datang, maka aku sudah mempersiapkan hati bila menerima kabar darimu.

Tapi tak kusangka, kabar itu datang saat aku sedang jalan-jalan, di kota Malang pula, di tempat dulu aku pernah bertualang bersamamu dan teman-teman yang lain. Kebetulan sekali bukan?

Maaf, ternyata aku belum cukup kuat untuk membacanya. Hari itu aku tidak mau buka sosmed. Aku juga menangis di hadapan teman-temanku. Tapi tenang, hanya sebentar kok!

Terima kasih ya, sudah jadi salah satu orang terbaik yang pernah kutemui. Terima kasih sudah membawa pengaruh positif untuk kehidupanku.

Terima kasih untuk tetap menganggapku teman selama ini.

Maaf kalu aku harus menulis ini.

Aku tak pernah menyesal, pernah menyimpan perasaan kepadamu. Tidak akan mudah memang untuk berjalan ke depan dan melupakan semua ini, tapi pelan-pelan aku akan berusaha.

Jadi, boleh kan ya, hari ini aku puas-puas menangis, sedikiiiiit saja meratapi kisah kasih yang tak pernah dimulai ini, menangisi perasaan yang tak pernah berbalas ini?

Aku janji, cukup sampai hari ini saja aku bersedih. Karena mulai besok, aku turut berbahagia, bersama teman-teman yang lain, dan mendoakanmu agar selalu dilimpahkan kebahagiaan.

Sekali lagi, terima kasih.



Butiran debu yang pernah berharap menggapai berlian,
Nadhira

You May Also Like

0 comments