­

Friendship Goals

by - February 21, 2017

Masjid Ulil Albab, 20 Februari 2017

Seperti biasa, aku duduk di ambang pintu sebelah kiri Masjid Ulil Albab. Tempat favoritku selama dua setengah tahun yang penuh kenangan. Saat itu aku sibuk membaca dan meresapi surat cinta Allah pada hamba-Nya, dan waktu telah menunjukkan pukul 20:35.

Aku benar-benar terhanyut dalam bacaanku hingga Hani memanggilku. "Dhir," sahutnya.

Sontak aku menengok ke belakang. Hani mengisyaratkan bahwa aku dipanggil Nuni. Nuni duduk cukup jauh dari tempatku berada. Aku menggerakkan badanku ke arahnya.

"Lihat samping kiri masjid," ucapnya setengah berbisik.

"Hah?" tanyaku.

Nuni mengisyaratkan tangannya supaya aku melongok ke luar masjid, ke arah samping kiri.

Aku, dengan segenap rasa penasaranku, mengintip samping kiri masjid yang biasanya dijadikan tempat tongkrongan anak ikhwan Axiora.

Masyaallah! Allahu akbar!

Tak henti-hentinya hati ini bergetar. Tak henti-hentinya pujian kulantunkan pada Yang Maha Kuasa.

Terlihat tiga sekawan yang sedang melaksanakan sholat (sholat hajat mungkin). Dimana satu dari mereka menjadi imam, dan dua lainnya menjadi makmum. Salah satu (atau mungkin keduanya, karena dari tempatku tidak begitu terlihat) dari makmum tersebut sholat sambil memegang Alquran, mungkin untuk mendengarkan dan mengoreksi bacaan sang imam bilamana terdapat kesalahan.

Seketika, kiprah tiga sekawan tersebut di Insan Cendekia terbayang di benakku.

***
Ketiganya merupakan teman seangkatanku. Dua dari mereka menjadi teman sekelas tiga tahun. Hobi ketiganya sama, bermain bola.

Sering kulihat mereka datang berbarengan menuju lapangan bola, dan bermain bersama (biasanya ditambah tiga atau empat teman lainnya). Biasanya mereka bermain pada Minggu pagi, disaat aku dan beberapa kawanku asyik jogging di sekitar lapangan bola.

Ketiganya juga masuk ke dalam timnas sepakbola Axiora. Yang satu striker, yang satu bek, dan yang satu lagi aku tak tahu. Sepertinya pemain tengah.

Bukan, bukan masalah sepak bola yang membuatku kagum akan ketiganya. Persahabatan di antara mereka, benar-benar membuatku iri. Dalam arti baik tentunya.

Ketiganya, ketika masih kelas X dulu, merupakan anggota OSIS divisi Iman dan Takwa. Bahasa gaulnya, anak rohis. Anak-anak yang masuk divisi Imtaq terkenal dengan kealimannya. Begitu juga mereka.

Pantaslah mereka disebut keluarga Allah, karena penjagaan terhadap Alquran. Bukan hanya menghafal Alquran, tapi juga mengimplementasikan apa yang telah mereka baca dan hafal dalam kehidupan sehari-hari. Tak hanya Alquran, beragam kitab pun telah mereka tuntaskan.

Karena keistimewaan mereka, teman-temannya acapkali memanggil mereka dengan sebutan ustadz atau kiyai.

Dan sadarkah bahwa mereka ketiganya pernah memangku jabatan yang sama dalam angkatan? Titel ketua ikhwan Axiora dipegang beruntun oleh mereka. Ketika kelas XI lalu, satu dari mereka yang ternyata mempunyai bakat menari ala boyband memangku jabatan ini. Semester lima kemarin, satunya yang mempunyai suara super merdu bila melantunkan ayat suci kitabNya diamanahi tugas tersebut. Dan kini, satu yang terakhir, yang paling pendiam dan zuhud menjadi ketua ikhwan Axiora, setelah empunya suara super merdu naik menjadi ketua angkatan Axiora.

Betapa ketiganya mempunyai jiwa kepemimpinan yang kuat. Ya, Indonesia akan butuh pemimpin seperti mereka.

***

Aku teringat. Ketika Himmaty, hafizhah dari Axiora, bercerita kepadaku.

Suatu malam, ia dan seorang teman sedang belajar di lantai dua masjid. Saat itu sudah melewati pukul 11 malam. Ia memang sengaja pergi ke masjid lewat jam 10 malam untuk mencari ketenangan dan konsentrasi penuh.

Saat ia sedang bercengkarama dengan temannya, terdengar olehnya suara yang ia kenal sedang melantunkan ayat suci Alquran. Sontak ia kaget. Siapa yang malam-malam begini mengaji? batinnya.

Lantas ia mendongakkan kepalanya ke pagar pembantas di lantai dua masjid agar terlihat siapa yang sedang mengaji di lantai satu.

Ternyata, yang ia temui bukan seseorang yang sedang mengaji, namun sedang sholat. Dan tidak hanya sendiri, namun bertiga.

"Dhir, aku gak tahan melihatnya," ungkap Himmaty padaku.

***

Aku tersenyum mengingat ceritanya. Betapa Allah dengan rahmatNya mempertemukanku dengan trio Conquera, begitu teman-temanku menyebutnya.

Selama hampir 18 tahun aku hidup di muka bumi ini, baru pertama kali aku menemukan persahabatan seindah mereka. Sering aku temui frasa ukhuwah 'till jannah di media sosial, dan aku baru menyadarinya sekarang.

Walau kutahu mereka bertiga akan melebarkan sayap dengan berbeda tujuan untuk mencari ilmu di dunia perkuliahan nanti, aku yakin, persahabatan mereka akan tetap lestari. Saling mengingatkan akan kebaikan, saling mengingatkan dalam kesabaran, dalam suatu dekapan ukhuwah islamiyah.

***

Aku kembali melanjutkan bacaan Alquranku. Ketika sampai pada surah Ali Imran ayat 191, tanpa sadar senyuman tersimpul dari bibirku.

Rabbanaa maa khalaqta haadzaa baatilaa. Subhaanaka faqinaa 'adzaabannaar.

Ya Allah, tidakkah Engkau ciptakan semua ini sia-sia. Maha Suci Engkau, maka lindungilah kami dari siksa api neraka.

You May Also Like

0 comments