Aksi 4 November
Ini bukan kisah tentang aksi damai menuntut persamaan hukum depan Istana Negara.
Ini juga bukan kisah tentang penyuaraan pendapat setelah Jumatan.
Tapi ini tentang aku, pada tanggal 4 November, sebelum Jumatan.
Hari ini, jam pelajaran SKI kosong (seperti biasanya).
Waktu menunjukkan pukul 11:00. Sebuah desiran halus menghmapiri hatiku.
Aku berjalan keluar kelas, menuju perpustakaan.
Namun, sebelum sampai di perpustakaan, terlebih dulu aku berjalan ke arah saung.
Satu porsi dim sum lenyap dalam waktu lima menit.
Berulang kali kulirik jam tangan biruku.
Aku yakin, seharusnya sebentar lagi.
Tapi mana?
5 menit, 10 menit, hingga 15 menit. Aku masih menunggu.
Aku masuk ke dalam Gedung Pendidikan, mengambil koran, dan membacanya.
Aku tak fokus apa dengan yang kubaca. Demi apapun itu.
Segera kukembalikan koran tersebut. Aku hampir menyerah.
Akhirnya, aku masuk ke dalam perpustakaan, sembari sedikit berharap.
Tak lama, sosok yang kutunggu pun muncul.
Ia menggendong tas, dan bersiap kembali ke asrama. Aku tahu itu.
Keluarlah aku dari perpustakaan. Kuberanikan diri menyebut namanya.
Ia menoleh.
Aku bertanya, "Hari ini khotbah Jumat ya?"
"Iya," jawabnya.
Aku menarik napas, mengumpulkan keberanian yang aku bangun sejak berbulan lalu, ketika mengetahui bahwa jadwal khotbah Jumat-nya adalah hari ini.
"Sukses ya, khotbahnya," kataku pada akhirnya.
Aku sempat melihatnya mengangguk, sebelum aku membalikkan badanku dan kembali ke kelas, dengan muka yang tidak dapat kujelaskan.
0 comments